JAKARTA, RADARTASIK.ID – Para pemegang emas Batangan atau logam mulia berseri lagi. Harga emas ANTAM di pasar internasional maupun domestic kembali mencatatkan rekor kenaikan.
Senin pagi ini 21 April 2025, harga emas melonjak Rp 15.000 per gram setelah sebelumnya sempat mengalami penurunan Rp 10.000 pada akhir pekan kemarin.
Kenaikan harga emas ini juga diikuti dengan hijaunya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan pasar.
Baca Juga:Insentif Guru Ngaji di Kota Tasikmalaya Disebut Terendah se-IndonesiaDari Rivalitas Pilkada Menuju Sinergitas Pembangunan Daerah Kota Tasikmalaya!
Demikian dengan rupiah yang menguat ke level Rp 16.800 /US dollar dari semula Rp 16.900/US dollar.
Penguatan harga emas, rupiah, serta IHSG ini tidak lepas dari pengaruh sejumlah faktor. Baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kondisi ini menumbuhkan optimisme pasar di tengah terpaan isu global yang membuat ekonomi morat-marit.
Chairul Tanjung, bos dari CT Corp pun memberikan tanggapan atas situasi ini.
Menurut dia emas saat ini tengah menjadi incaran semua orang di dunia. Termasuk Indonesia. Hal ini lantaran emas dinilai sebagai aset penyimpan nilai yang lebih stabil.
“Yang naik hanya emas karena dia sebagai pengganti currency safe heaven daripada dollar yang melemah maka emas yang akan naik,” ujarnya dalam diskusi panel The Yudhoyono Institut di Jakarta, seperti dikutip dari CNBC pada Senin 21 April 2025.
Dia menyatakan perang dagang Amerika Serikat dan China yang saling tekan dengan menaikan tarif impor masing-masing negara terhadap negara lainnya telah membuat harga-harga komoditas dunia runtuh.
Baca Juga:Q1 2025 Jadi Kuartal Terbaik Terburuk Sepanjang Sejarah KriptoCecep – Asep Diklaim Unggul Telak, Perubahan Nyata Semakin Mendekat!
Terutama sector energi. Harga minyak mentah dan timah adalah yang mengalami penurunan paling parah.
Menurut mantan Menko Perekonomian tahun 2014 ini, harga timah saat ini telah turun sebesar 17 persen.
“Hari ini sudah terlihat dampaknya. Belum perang dagangnya, harga minyak sudah turun. Harga timah paling parah (turunnya) 17 persen,” tutur dia.
Kondisi saat ini menurutnya memang sedang tidak sehat. Ekonomi Indonesia yang bergantung pada komoditas sangat terpengaruh oleh perang dagang.
Kinerja industri menurun dan laju investasi menjadi seret. Sebab itu banyak orang memilih mengamankan uang mereka dalam asset yang lebih aman volatilitasnya. (Permana)