WASHINGTON, RADARTASIK.ID – Setelah langkah tarif yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, memicu gejolak di pasar keuangan global, jajaran pejabat tinggi pemerintahannya turun ke berbagai saluran televisi untuk meredakan kekhawatiran publik dan mempertahankan arah kebijakan ekonomi yang kini banyak dipertanyakan.
Trump sendiri melalui media sosialnya menegaskan, kebijakan tarif yang dicanangkannya tidak akan memberikan pengecualian, sekaligus membantah laporan bahwa beberapa produk elektronik seperti ponsel pintar yang banyak diproduksi di Tiongkok akan dibebaskan dari beban tarif.
Menurutnya, produk-produk tersebut tetap dikenai tarif sebesar 20 persen dalam kerangka yang diklaim sebagai ”Tarif Fentanyl,” hanya saja ditempatkan dalam kategori tarif yang berbeda.
Baca Juga:150 Bikers Kumpul di Bandung! Ini Momen Hangat Halal Bihalal IMHB 2025Terjebak Macet? Ini Cara Aman dan Cerdas Menghadapinya!
Pernyataan tersebut menjadi kontras dengan pendekatan yang berubah-ubah dalam beberapa pekan terakhir.
Saat kampanye Pemilu 2024, Trump menjanjikan lonjakan ekonomi dan harga yang lebih murah, namun kini pemerintahannya justru mengimbau masyarakat dan pelaku usaha untuk bersabar.
Pendekatan ini menjadi bahan kritik karena inkonsistensi dan ketidakpastian yang ditimbulkannya di pasar global.
Sebelumnya, Trump dan timnya bersikukuh akan menerapkan tarif secara menyeluruh tanpa pengecualian.
Namun pekan ini, mereka mulai melunak dengan menetapkan tarif umum sebesar 10 persen untuk sebagian besar negara, sementara untuk Tiongkok tarif tetap tinggi di angka 145 persen.
Beberapa produk elektronik disebut-sebut akan diberi kelonggaran, meskipun penjelasan resmi dari pemerintah masih belum sepenuhnya jelas.
Berbagai Alasan di Balik Kebijakan Tarif Trump
Tujuan penerapan tarif Trump juga tampak bervariasi.
Baca Juga:Tips Merawat Sepeda Motor Setelah Mudik Lebaran, Langkah Penting Menjaga Performa KendaraanViral! Lisa BLACKPINK Nyanyi dan Menari di Coachella, Dukungan Penuh untuk ENHYPEN
Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, menyatakan, kebijakan tersebut berakar dari isu keamanan nasional, dengan menyebut bahwa Amerika Serikat kini tidak lagi memproduksi obat, kapal, atau bahkan memiliki cukup baja dan aluminium untuk menghadapi konflik militer.
Sementara itu, penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, mengambil sudut pandang ekonomi yang lebih luas.
Ia menilai, selama beberapa dekade, negara lain telah memanfaatkan sistem perdagangan global untuk merugikan Amerika Serikat melalui praktik curang seperti dumping, manipulasi mata uang, serta hambatan perdagangan terhadap produk otomotif dan pertanian AS.
Navarro menegaskan, tarif AS digunakan sebagai alat tawar untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih adil.