Aktivis Tagih Bukti Pabrik Daur Ulang Plastik Masuk Kategori Industri Hijau

Aktivis HMI Cabang Tasikmalaya, Erick Rozabi
Erick Rozabi, Aktivis HMI Cabang Tasikmalaya
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Aktivis HMI Cabang Tasikmalaya, Erick Rozabi, mempertanyakan klaim pabrik daur ulang plastik di Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, yang menyatakan sebagai industri hijau dan oleh karena itu tidak memerlukan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) serta Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Ia menegaskan bahwa untuk mendapatkan status “industri hijau,” sebuah perusahaan harus terlebih dahulu mengantongi sertifikat resmi dari pemerintah, sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian.

Menurut Erick, klaim sepihak pabrik tersebut berpotensi menyesatkan masyarakat dan otoritas pengawasan.

Baca Juga:7 Aplikasi Berbasis AI yang Cocok untuk Edit Video dengan Cepat dan MudahUBK Tasikmalaya Edukasi Remaja tentang Pencegahan Kanker Serviks

“Industri hijau bukan sekadar label. Ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, termasuk pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab, efisiensi energi, dan penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan,” ujarnya, Rabu 4 Desember 2024.

Dirinya menyebutkan, hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan peraturan turunannya, seperti Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/6/2015 tentang Sertifikasi Industri Hijau.

Berdasarkan regulasi yang berlaku, perusahaan yang ingin disebut sebagai industri hijau harus melalui proses sertifikasi yang mencakup penilaian terhadap berbagai aspek, seperti:

1. Efisiensi Energi dan Material: Penggunaan sumber daya yang minim untuk hasil produksi maksimal.

2. Pengelolaan Limbah: Penerapan sistem daur ulang limbah yang memenuhi standar.

3. Dampak Lingkungan: Memastikan operasi perusahaan tidak mencemari lingkungan sekitar.

Namun, hingga saat ini, pabrik daur ulang plastik tersebut belum menunjukkan bukti kepemilikan sertifikat industri hijau.

Apalagi hanya karena menghasilkan biji plastik dan menilai telah memberikan bantuan signifikan pada pemerintah soal pengelolaan sampah plastik, aktivis tersebut juga menyoroti potensi pelanggaran regulasi apabila pabrik tidak memenuhi syarat PBG dan SLF.

“PBG dan SLF adalah dasar untuk memastikan bangunan aman digunakan dan operasionalnya sesuai dengan tata ruang dan lingkungan setempat,” kata Erick.

Baca Juga:Kerjasama DJPK dan LPPM Unsil, BUMDes Goes to Campus Dorong Kemajuan Ekonomi DesaSurat Terbuka Nurhayati untuk Warga Kota Tasikmalaya Pasca Pelaksanaan Pilkada 2024, Baca Yuk!

Lebih lanjut, proses yang saat ini tengah ditempuh pabrik soal legalitas perizinannya dapat menimbulkan risiko bagi masyarakat sekitar pabrik, baik dari segi keamanan bangunan maupun dampak lingkungan.

Erick mendesak pihak berwenang untuk menyelidiki klaim pabrik tersebut dan memastikan semua aturan terkait dipatuhi. Mereka juga menyerukan transparansi dari perusahaan dalam menunjukkan sertifikasi dan dokumen pendukung lainnya.

0 Komentar