Sehingga wajar, jika satu partai politik bisa mengeluarkan 1 atau 2. Bahkan bisa lebih banyak menerbitkan surat tugas kepada kandidat yang diusung parpol tersebut.
Pengamat Politik Tasikmalaya Asep Tamam mengatakan sepertinya ini bukan sistem politik yang ideal. Kekuasaan politik di tingkat tertinggi ada di DPP, dan telah menjelma menjadi penentu yang absolut.
Ketika para politisi di bawah seperti kota, kabupaten, dan provinsi bekerja sangat keras untuk berburu tiket dengan berbagai cara dan pendekatan, DPP sering mengeluarkan SK di injury time. Sehinggga para politisi yang ingin mendapatkan SK DPP mesti melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada DPC dan DPW.
Baca Juga:Sempat Kabur! Diduga Mabuk, Pengemudi Mobil Honda Brio Tabrak Warga Hingga Meninggal DuniaMahasiswa Unsil Tasikmalaya Meninggal Dunia dalam Perjalanan Diklatsar di Gunung Cakra Buana
“Pola yang sangat rentan dijadikan alat transaksional. Para politisi di bawah akhirnya dibentuk, selain untuk kuat bersaing di level partai, juga harus memiliki karakter manut dan tunduk pada atasan dari mulai level kota/kabupaten, lalu provinsi, lalu pusat,” terangnya.
Akhirnya, kata Asep, para politisi yang diwacanakan maju di Pilkada terpaksa harus berjibaku, masuk sirkuit dan dibalapkan. Sebelum mendapatkan SK, sebagian diberi surat tugas. “Sebagian ge-er dan menjadi informasi besar. Padahal surat sakti itu berbentuk SK yang entah kapan dikeluarkan DPP,” paparnya.
Asep menambahkan entah sejak kapan dimulai dan sampai kapan diakhiri. Tapi menurutnya, pola dan sistem seperti ini (surat tugas) harus dievaluasi. Sebagai rakyat, dia tidak bisa menebak bahkan menuduh bahwa di sana-sini terjadi praktik transaksional. Ada opini yang sering dibenarkan publik, bahwa mereka yang masuk lewat jalur partai mesti menyiapkan amunisi uang.
“Muncul lah adagium “integritas, elektabilitas, dan isi tas”. Akhirnya, politik dan kekuasaan menjadi lebih memihak kepada para pengusaha atau mereka yang tak terkendala materi,” tandasnya.
Dia pun meyakini, pola seperti ini akan menciptakan high cost politics. Umumnya masyarakat memahami bahwa politik berbiaya tinggi akan membentuk karakter politisi yang berkonsep dari uang, oleh uang, dan untuk uang.
“Kepemimpinan yang diciptakan lewat proses seperti ini selalu berfokus pada untung dan rugi. Proses kontestasi pun akan seperti pertandingan yang menghalalkan segala cara. Apalagi ketika tak ada keseimbangan mana pihak yang berkontestasi, pihak yang mendukung, dan pihak yang mengawal,” tutupnya.