TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Keberadaan trotoar di sejumlah ruas jalan di Kota Tasikmalaya dinilai tidak berfungsi untuk sarana pejalan kaki. Maka dari itu Pemkot sudah selayaknya mencoret semua proyek pembangunan atau pemeliharaan trotoar.
Sudah menjadi fakta bahwa trotoar di Kota Tasikmalaya banyak yang tidak difungsikan untuk pejalan kaki. Di mana area tersebut dijadikan tempat berdagang, parkir kendaraan, tiang telekomunikasi dan hal-hal lain di luar aktivitas berjalan kaki.
Budayawan Tasikmalaya menilai ada dua persoalan yang dia lihat mengenai pemanfaatan trotoar. Pertama yakni kejelasan dan ketegasan pemerintah untuk menjaga trotoar agar difungsikan sebagaimana mestinya. “Kenyataannya kan ketika dipakai dagang atau parkir tetap dibiarkan begitu saja,” ujarnya kepada Radartasik,id, Senin (22/1/2024).
Baca Juga:Dinas Kurang Getol Minta Anggaran Untuk Revitalisasi Pasar di TasikmalayaVideo 3 Menit 48 Detik Membawa Bode Riswandi ke Final Lomba Baca Puisi Paman Birin
Masalah kedua yakni budaya jalan kaki di Kota Tasikmalaya sendiri sudah sangat minim. Meskipun sebagian kecil masih ada yang berjalan kaki, jumlahnya terbilang sedikit. “Karena sekarang kan dominan pakai sepeda motor atau paling tidak sepeda, budaya jalan kaki di kita sudah sangat terkikis,” terangnya.
Bukti kongkret bisa dilihat di pusat-pusat keramaian seperti Jalan HZ Mustofa, Dadaha, Alun-Alun. Di mana warga memaksakan parkir sembarang karena tidak mau cape jalan kaki. “Warganya enggak mau jalan kaki, trotoarnya dipakai pedagang,” ujarnya.
Budaya jalan kaki seharusnya bisa dibangun oleh pemerintah dengan sebuah sistem. Supaya masyarakat kembali membiasakan berjalan kaki. “Nilai manfaatnya jelas banyak, membuat tubuh sehat, hidup sederhana, mengurangi polusi dan kemacetan serta manfaat lainnya,” ujarnya.
Termasuk menertibkan penyalahgunaan trotoar supaya berfungsi sebagai sarana pejalan kaki. Ketegasan itu sejauh ini tidak dia lihat. “Dibiarkan saja seolah tidak melanggar,” ucapnya.
Jika memang tidak punya kemauan membangun budaya itu, maka tidak perlu lagi ada proyek pekerjaan trotoar. Baik itu pembangunan baru rekonstruksi bahkan sekadar pemeliharaan. “Yang rusak juga buat apa diperbaiki, karena artinya mendukung perilaku melanggar aturan,” katanya.