TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dituntut profesional dalam menangani kasus Klinik Alifa. Jangan sampai ada keberpihakan kepada klinik hanya karena pemiliknya PNS di Puskesmas.
Pasien sekaligus orang tua bayi yang meninggal tampaknya butuh backup yang kuat. Karena mereka berhadapan dengan pengusaha klinik yang terkesan mendapat backup dari pemerintah bahkan bisa jadi anggota DPRD.
Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat mengaku prihatin dengan apa yang menimpa Nisa Armila dan Erlangga Surya Pamungkas. Pasangan suami istri yang kehilangan bayi karena diduga ada malpraktik atau kelalaian prosedur dari klinik. “Bukan hanya prihatin karena bayinya meninggal, tapi juga sekarang mereka seolah diabaikan oleh pemerintah,” ungkapnya kepada Radartasik.id, Selasa (5/12/2023).
Baca Juga:Cheka Dorong BUMD Lebih ProgresifMendagri Ingatkan Inflasi, Cheka Optimalkan Inovasi
Idealnya, Dinas Kesehatan bisa memberikan perhatian yang proporsional, bahkan ada prioritas untuk pasien atau orang tua bayi. Karena dalam kasus ini mereka yang paling dirugikan. “Mungkin dengan kasus ini klinik juga rugi secara materil, tapi tidak akan sebanding dengan pasien yang kehilangan bayinya,” ujarnya.
Menurutnya kasus ini harus dikawal bersama karena ada kesan Dinkes memihak kepada klinik. Apalagi klinik tersebut milik PNS Puskesmas yang notabene di bawah Dnas Kesehatan. “Jadi hubungan dengan pihak pasien dan klinik, pejabat Dinkes tentu lebih dekat dengan klinik,” ucapnya.
Begitu juga dengan majelis ad hoc yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan. Di mana sebagai tenaga kesehatan mereka juga tentu punya hubungan emosional secara profesi. “Ada kekhawatiran jadi tidak profesional,” terangnya.
Dia pun merasa janggal dengan sikap Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya yang sebelumnya mengunjungi Puskesmas. Jika memang mereka berada di titik netral, pihak korban juga diminta klarifikasinya. “Jangan-jangan dewan dari Komisi IV juga malah jadi back up klinik,” tuturnya.
Menurutnya persoalan ini perlu dikawal secara ketat supaya hasilnya lebih adil dan bijaksana. Ketika klinik mendapat backup dari dinkes dan DPRD, maka publik harus menjadi back up korban. “Kenapa pasien harus dibela, karena secara logika kalau klinik tidak salah pasti sejak awal sudah membantah atau memberikan klarifikasi,” jelasnya.