Silaturahmi dengan Para Tokoh Adat dan Tokoh Kampung Dumaring
Segelas kopi arabika tanpa gula racikan Bang Tiko—juga seorang barista—menemani perbincangan tim ekspedisi di sore hari. Kami membahas rencana silaturahmi dengan para tokoh kampung dan tokoh adat Dumaring selepas magrib.
Silaturahmi dengan para tokoh di hari pertama tim di Kampung Dumaring merupakan agenda penting untuk mengenal satu sama lain dan membangun kehangatan sebelum menjalankan kegiatan jurnalistik.
Selepas magrib, tim ekspedisi berkunjung ke rumah Salehudin. Dia sekaligus Kepala Kampung Dumaring. Jika di Jawa Barat, kepala kampung itu selevel dengan kepala desa atau lurah. Ini karena penyebutan desa di Kabupaten Berau itu adalah kampung. Jika strata pemerintahannya diurutkan dari yang tertinggi yakni provinsi, kabupaten, kecamatan, dan kampung.
Baca Juga:TJSL PLN Bikin 5.425 UMK Naik Kelas, Program Rumah BUMN, Desa Berdaya, dan Pemberdayaan Kawasan Wisata Paling DominanPembagian Uang Ganti Rugi Tol Getaci di Kabupaten Garut, Ai Dapat Rp 40 Juta, Siti Terima Rp 15 Juta, Desa Karangmulya Selesai, Desa Mandalasari Harus Siap-Siap
Di rumah Pak Lurah—panggilan populer Salehudin—tampak banyak para tokoh berkumpul. Kebetulan ada pengajian rutin dilaksanakan setiap Kamis malam. Ini menjadi keuntungan bagi tim ekspedisi lantaran bisa bertatap muka dengan para tokoh di satu tempat.
Momen pengajian para tokoh ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud tujuan tim ekspedisi ke Kampung Dumaring. Tim pun tak melewatkan mencicipi beragam makanan yang disajikan di rumah Pak Lurah.
Selepas makan, tim memberikan cendera mata berupa kerajinan kalung pusaka kujang dari bambu. Cendera mata buatan Soni Herdiawan itu diserahkan kepada tiga tokoh Kampung Dumaring yang hadir pada Kamis malam. Yakni Pak Lurah, dua tokoh adat Suwardi dan Abdul Mu’in.
Dalam prosesinya, Soni mengalungkan cendera mata itu. Para sesepuh berpengaruh di Kampung Dumaring tersebut tak bisa menyembunyikan terima kasih. Ketiganya pun merasa tersanjung. (*)