AKHIRNYA harus diakui, tindakan Menteri Kesehatan Budi Sadikin menyetop sementara peredaran obat sirup itu tepat. Sejak itu tidak terjadi lagi kasus gagal ginjal mendadak. Angka kematian akibat sirup itu berhenti di angka 159 anak.
Akhirnya juga diketahui: tidak semua obat sirup menjadi penyebab kematian massal.
Akhirnya diketahui: dua pabrik farmasilah yang menjadi biang keroknya. Dua-duanya tidak terkenal: PT Universal Pharmaceutical Industries dari Medan dan PT Yarindo Farmatama dari Jakarta.
Baca Juga:Investasi Rp 1,8 Triliun Masuk ke PangandaranWaspada! Jalan Taman Pesona Berlubang
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Akhirnya dipastikan: penyebab semua itu adalah campuran obat yang disebut propilen glikol. Sampai di sini tidak ada masalah. Sepanjang mutu propilen glikolnya baik. Baik dalam arti tidak mengandung EG dan DEG—bahan cemaran di dalam propilen glikol.
Prof Dr Mangestuti, guru besar farmasi Unair punya penjelasan yang bagus.
Beli propelin glikol itu seperti beli beras. Beras yang kualitasnya baik semuanya biji beras. Tapi beras yang kurang baik kadang ada kerikilnya. Juga masih ada gabah ya—beras yang masih ada kulitnya. Kerikil dan gabah disebut cemaran beras.
Cemaran propelin glikol disebut EG dan DEG. Propelin glikol yang baik tidak mengandung dua cemaran itu. Kalau toh ada tidak boleh melebihi 0,1 mg/ml.
Dari pemeriksaan BPOM jumlah kandungan cemaran di propelin glikol itu sangat berlebihan: sampai 48 mg/ml. Padahal batas amannya hanya boleh 0,1mg/ml.
Ibaratnya Anda beli beras, kerikil dan gabahnya terlalu banyak. Berarti mutu propelin glikol yang dibeli dua perusahaan farmasi tadi jelek sekali. Mungkin tetap bisa berfungsi sebagai pelarut dan pengecer sirup tapi sangat bahaya bagi ginjal.
Kesengajaan?
Kecelakaan?
Baca Juga:Tim Sepak Bola Putri TaklukProduksi Air Bersih Terganggu
Kalau itu kesengajaan tentu motif utamanya untuk mencari keuntungan yang lebih banyak. Keduanya sengaja pakai propelin glukol yang kelak. Tentu harganya lebih murah.
Kalau itu terjadi, mestinya menyangkut kebijakan pimpinan perusahaan.
Bagaimana kalau itu kecelakaan? Misalnya bagian pencampuran bahan obat itu teledor? Tentu harus dilihat sistem proses produksi di pabrik tersebut. Terutama di bagian pencampuran bahan obat: apakah serba otomatis ataukah masih pakai manusia.