Tulisan Pendek

Tulisan Pendek
Dahlan ISkan
0 Komentar

Saya menerima ”tagihan” dari Disway. Bertubi-tubi. Kemarin malam.

Awalnya tagihannya begini: ”kok belum kirim tulisan”. Sudah pukul 21.00. Setelah tulisan saya kirim muncul lagi ”tagihan” berikutnya: minta dikirim ulang. ”Tulisannya terpotong. Mohon dikirim ulang pakai email, agar lengkap,” pintanya.

Saya tidak merasa ada yang terpotong. Saya diamkan tagihan itu. Toh yang menagih bukan para komentator.

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Baca Juga:UMKM Harus Naik KelasBrigjen Gausudin: Alhamdulillah Sudah 40 Persen

”Yang kami terima hanya empat alinea. Mohon dikirim ulang,” tagihnya lagi.

Oh, saya paham. Tulisan pendek di Disway kemarin dikira hanya terkirim sebagian. Padahal saya memang sengaja menulis sangat pendek. Tanpa memberi tahu kesengajaan itu. Saya hanya ingin minta perhatian: hati-hati. Rupiah sudah merosot sampai Rp 15.500/dolar.

Ancaman ekonomi begitu berat. Kok kita masih asyik dengan politik. Termasuk Presiden Jokowi sendiri. Padahal beliau sudah tidak boleh maju lagi sebagai calon.

Harusnya, kata seorang pengusaha kecil di Tanah Abang, beliau ikhlas saja: untuk presiden akan datang serahkan pada mekanisme demokrasi. Ini lagi ada masalah ekonomi yang berat. Yang hanya presiden yang bisa mengatasi.

Saya memang hanya ingin mengatakan itu, di Disway kemarin. Untuk apa dipanjang-panjangkan. Cukuplah 4 alinea. Agar fokus.

Tapi bahwa tulisan itu dikira terpotong mungkin karena biasanya tidak sependek itu. Ups, ada penyebab lain: tulisan pendek itu tanpa kalimat penutup seperti biasanya. Sehingga dikira belum selesai.

Tapi memang ada penyebab lain. Saya akui saja: tidak cukup waktu. Senin itu saya sudah harus berangkat jam 05.30. Baru pulang pukul 20.30. Padahal tulisan harus dikirim paling lambat pukul 21.00.

Baca Juga:Video Pidato Bupati Tuai KontroversiPohon Kelapa Tumbang Menimpa Rumah Warga

Sebenarnya bisa saja saya minta deadline dimundurkan satu jam. Toh pembaca tidak akan tahu. Tapi saya takut pada diri sendiri: nanti menjadi kebiasaan; sedikit-sedikit minta molor.

Dan lagi saya begitu terpengaruh pada isi pertemuan terakhir sebelum menulis itu. Yang membicarakan ekonomi. Khususnya nilai tukar. ”Tiga bulan lalu kan saya sudah ingatkan bapak. Belilah dolar,” ujar pengusaha yang ikut pertemuan itu. ”Saya kan sudah bilang, akan menjadi Rp 15.000 dan masih naik lagi,” tambahnya.

0 Komentar