Di akhir acara diedarkanlah formulir. Khusus untuk 30 orang yang tidak boleh ikut bicara. Mereka diminta mengisi formulir. Diminta memilih. Pilihannya ada tiga: proyek itu tepat dan harus dilanjutkan; proyek seperti itu tidak tepat sasaran dan tidak dirasakan manfaatnya. Harus dihentikan. Pilihan ketiga: proyek tersebut tepat tapi harus disempurnakan.
Suara pun dihitung di papan tulis. Seperti menghitung hasil Pilkada. Suara terbanyak di Srihajo adalah: tepat sasaran tapi harus disempurnakan. Juara dua: tepat dan dirasakan manfaatnya. Yang memilih tidak tepat dan harus dihentikan hanya dua suara.
Di desa Guwosari—yang diselenggarakan besok malamnya— juga sama.
Untuk bisa menyelenggarakan acara review seperti itu mereka dilatih dulu. Maklum, baru pertama. Japan Initiative melatih mereka. Bekerja sama dengan Yayasan Tifa Yogyakarta.
Baca Juga:42.299 di Madinah, 55.473 ke Tanah Air15 Game Judi Online Diblokir
Jauh sebelum menyelenggarakan acara di Bantul itu Taki Tikada ke rumah saya. Dia dipilih Japan Initiative untuk mengemban misi itu di Indonesia. Saya sudah kenal Taki sejak lama sekali. Lebih 30 tahun. Sejak masih sama-sama muda. Dia juga pernah menemani saya ke Kochi. Yakni satu pulau yang juga satu provinsi Kochi. Letaknya di selangkangan teluk Osaka. Ada tiga jembatan panjang menuju pulau Kochi sehingga tidak terasa sebagai pulau terpisah.
Pekan lalu Taki-san ke rumah saya lagi. Mampir. Dia menjajaki kemungkinan pelaksanaan review serupa di Surabaya.
Taki-an juga sudah ke Pariaman, Sumatera Barat. ”Pak Bupati Pariaman juga antusias. Beliau minta dilakukan di sana,” ujar Taki-san.
Taki pintar berbahasa Indonesia. Dia pernah jadi dosen sastra Jepang di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dua setengah tahun mengajar di sana. Sekalian berkenalan dengan bahasa Indonesia.
Taki lalu bekerja di kedutaan Jepang di Jakarta. Dan sekarang jadi freelancer untuk banyak lembaga di Jepang, terutama yang ada hubungan dengan Indonesia.
Saya ajak Taki ikut bangun subuh di Surabaya. Sekalian ikut senam dansa bersama grup olahraga saya. Yakni di halaman Rumah Gadang yang luas yang dibangun masyarakat Minang di Jatim.
Taki juga selalu membantu sekolah putri di Padang Panjang. Diniyah Putri. Sekolah itu, kata Taki, yang paling sering mengirim santri ke Jepang. Tiap tahun. Studi banding.