PANGANDARAN, RADARTASIK.ID – Seorang WNA asal Belgia, Wim L B Smet (52), telah menetap di Kabupaten Pangandaran selama bertahun-tahun. Ia mengaku sudah betah dan tidak memiliki niat kembali ke negara asalnya.
Awalnya, Wim –panggilannya– datang ke Kabupaten Pangandaran pada dekade 90-an sebagai seorang fotografer. Sebelum ke Kabupaten Pangandaran, dia sempat mengunjungi Sumatera dan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Namun, saat berada di Kabupaten Pangandaran, ia tak sengaja bertemu dengan calon istrinya, Haan Dianingsih (50). Di sebuah acara pesta pernikahan di Kecamatan Parigi.
Baca Juga: 4 Wisata Alternatif di Kabupaten Pangandaran Selain Pantai Pangandaran
Melalui teman Haan, Wim mengutarakan keinginannya untuk menikahi gadis tersebut. Akhirnya, mereka berpacaran dan menikah pada tahun 1999, setelah Wim menjadi mualaf dan menjalani khitan.
“Saya dikhitan itu di negara asal saya Belgia. Waduh saya masih ingat momen itu,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, Wim memutuskan menetap di Kabupaten Pangandaran dengan mengandalkan Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS). Ia memiliki seorang anak dari pernikahannya dengan Haan bernama Puolo Julius Smet.
Baca Juga: 4 Wisata Alternatif di Kabupaten Pangandaran Selain Pantai Pangandaran
Pada awalnya, Wim mengaku kesulitan berbicara bahasa Sunda ketika tinggal di Pangandaran. Saat belajar bahkan ia kerap ditipu teman-temannya untuk berbicara kotor.
“Lama-kelamaan saya mengerti apa artinya,” ucapnya. Namun, ia belajar bahasa tersebut dengan tekun dan kini sudah fasih dalam berbicara Bahasa Sunda.
Bangun Villa
Wim L B Smet juga mulai membangun bisnis penginapan dengan membangun sebuah villa di Desa Batukaras, Pangandaran. Meskipun awalnya banyak kebiasaan yang dianggap aneh, Wim kini merasa betah tinggal di Pangandaran.
Baca Juga: Pantai Karapyak Pangandaran Punya Keunikan, Yuk Intip Apa Saja Keunikannya
Wim L B Smet menyukai budaya masyarakat setempat seperti bertegur sapa dan acara hajatan. Ia juga menyukai keramahan dan keakraban yang ada di antara orang-orang di Pangandaran.
Wim L B Smet mengatakan tidak pernah terpikir meninggalkan Kabupaten Pangandaran meskipun berbeda jauh dengan kebiasaan di Belgia. Ia bahkan merasa bahwa Pangandaran sudah menjadi rumah keduanya dan ia merasa sangat betah tinggal di sana. (*)