Oleh: Dahlan Iskan
INI virus baru yang akan dijalarkan di Indonesia: virus baik. Namanya: Review. Dicoba di dua desa: Sriharjo dan Guwosari. Bantul. Yogyakarta.
Virus itu sudah mewabah di Jepang. Setiap proyek pemerintah di-review oleh masyarakat. Baik proyek pusat maupun daerah. Setelah berjalan di sana lebih 15 tahun, kini dicoba diterapkan di Indonesia. Yang membawa virus itu ke sini adalah seorang wanita bernama Taki Kitada. Dari Japan Initiative.
Japan Initiative adalah sebuah LSM independen di sana. Ia masuk ke Indonesia lewat Bappenas. Lembaga seperti Bappenas harusnya memang berkepentingan agar semua proyek pemerintah tepat sasaran. Juga bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat.
Baca Juga:42.299 di Madinah, 55.473 ke Tanah Air15 Game Judi Online Diblokir
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Acara review itu berlangsung satu jam. Di Jepang. Juga di Bantul. Malam hari. Agar yang diundang bisa hadir semua. Tempatnya di balai desa.
Ada dua proyek pemerintah pusat di desa itu yang dicoba di-review: perbaikan rumah kumuh dan penambahan gizi pada balita.
Kepala desa harus bisa menjelaskan apa manfaat proyek seperti itu. Bagi rakyatnya. Apakah sebanding dengan anggaran yang disediakan.
Di Jepang seluruh anggaran proyek memang jadi proyek. Tidak ada, misalnya, yang mengalir seperti air Bengawan Solo yang sampai jauh. Pun ke mana-mana. Di sana review bisa lebih fokus ke manfaat dan tepat sasaran.
Memang program review ini tidak mempersoalkan ada atau tidaknya sebagian anggaran yang mengalir ke Bengawan Solo. Review ini hanya khusus menilai tepat tidaknya sasaran. Lalu bermanfaat atau tidak bagi rakyat.
Dalam acara satu jam itu dua ahli diminta menilai isi pemaparan kepala desa. Satu dari Bappenas. Satunya lagi dari Universitas Gadjah Mada.
Baca Juga:MUI Minta Pembatasan Gadget di SekolahKualitas Desa Wisata Terus Ditingkatkan
Setelah itu, empat orang perwakilan warga desa memberikan tanggapan. Empat orang itu dipilih secara acak.
Semua itu harus selesai dalam satu jam. Tidak sampai membuat penduduk yang hadir jenuh.
Ada 30 penduduk desa yang diundang untuk mendengarkan semua itu. Mereka juga dipilih secara acak. Mereka harus menilai pembicaraan itu tapi tidak boleh ikut bicara.