Tradisi Kawin Tangkap di Pulau Sumba Kembali Viral dan Jadi Kontroversi, Ini Penjelasannya!

RADARTASIK.ID – Sebuah video aksi ‘penculikan’ seorang wanita secara beramai-ramai di siang bolong viral di media pada hari Kamis, 7 September 2023. Video itu diklaim sebagai budaya Kawin Tangkap di sana.

Dalam video tampak seorang perempuan yang tengah berjalan kaki disambangi sejumlah lelaki dan langsung disergap.

Kemudian tubuhnya digotong dan dinaikan ke atas mobil pikap secara beramai-ramai. Lalu, dibawa pergi.

Menurut keterangan video itu adalah bagian dari adat “Kawin Tangkap” yang terjadi di Sumba Barat Daya.

Baca juga: Ekspedisi Kampung Dumaring (3): Kepala Adat Diterkam Buaya Dua Kali, 5 Menit Bergulat di Dalam Air

Video yang viral di media sosial ini pun mendapat beragam tanggapan.

Salah satunya aksi “penculikan” yang diperlihatkan dianggap telah keluar dari konteks adat “Kawin Tangkap” yang sebenarnya yang ada di Pulau Sumba.

Sebelumnya pada bulan Juni lalu tradisi ini juga sempat viral dan mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Terutama kalangan aktivis perempuan.

kawin tangkap
Proses Peminangan Adat Sumba. (foto: Trip Sumba)

Sekilas tentang tradisi Kawin Tangkap

Menurut beberapa sumber, tradisi kawin tangkap dahulu adalah bagian dari proses peminangan yang diawali dengan persetujuan kedua belah pihak.

Baca juga: Ekspedisi Kampung Dumaring (1): Cendera Mata Pusaka Kujang Menandai Awal Perjumpaan dengan Para Tokoh Adat

Namun, praktik ini, kini sering disertai dengan paksaan, intimidasi, dan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam tradisi aslinya, Kawin Tangkap melibatkan persiapan matang. Simbol-simbol adat, seperti kuda dan emas, serta persetujuan calon mempelai diterapkan.

Perempuan yang akan ditangkap telah mempersiapkan diri dengan baik. Namun, dalam praktik yang yang terjadi sekarang telah melenceng.

Dimana Kawin Tangkap dilaksanakan tanpada ada persetujuan, dan seringkali terjadi pemaksaan, penggunaan senjata, dan intimidasi.

Baca juga: Hadir di Kirab dan Seni Adat Budaya Minang di Kota Tasikmalaya, Gubernur Sumatera Barat Titip Pesan Begini

Praktik ini melanggar hak asasi manusia, termasuk hak perempuan atas rasa aman dan perlindungan dari kekerasan.

Selain itu, juga bertentangan dengan Konvensi Penghapusan Diskriminasi pada Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *