Tinggal di Rumah Bocor dan Tak Layak, Euis Tak Bisa Dapat Bantuan Rutilahu karena Terhalang Status Tanah

rumah tidak layak huni
Euis masuk ke dalam rumahnya di RT 03 RW 11 Kelurahan Cigantang, Kecamatan Mangkubumi. (Ayu Sabrina / Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Lebih dari dua puluh tahun, Euis Rokayah (70), tinggal di rumah semi permanen di RT 03 RW 11 Kelurahan Cigantang, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Kondisinya memprihatinkan.

Lantai semen dengan dinding bata setengah meter itu sudah tampak usang. Dinding disambung anyaman bilik bambu hingga ke atap. Termasuk plafon.

Beberapa bagian plafon sudah bolong. Bahkan ada yang bocor. Namun ia tak mampu memperbaikinya.

Baca Juga:Lembaga Survei Berperan Edukasi, Bukan Menggiring Industri Politik di Kota Tasikmalaya!Pengungkapan TPPU Narkoba Rp 2,1 Triliun: Bandar Kendalikan Jaringan dari Balik Jeruji, Polri Sita Aset Mewah

Meski begitu Euis tak bisa mendapat bantuan perbaikan dari program rumah tidak layak huni (Rutilahu) lantaran tanah yang dia tempati adalah milik orang lain.

Bahkan rumah itu sendiri adalah pemberian dari saudaranya. Euis tinggal sendirian, semenjak ditinggalkan suaminya dan tidak memiliki keturunan.

Dalam rumahnya itu bahkan tidak ada tempat mandi, cuci, kakus (MCK). Untuk melakukan aktivitas pribadi itu ia harus berjalan ke luar rumah, tepatnya di samping kolam ikan dengan kondisi alakadarnya. Hanya ditutupi anyaman bambu dan kain.

“Kenteng balalocor sadayana da lungsur, pami gugah wengi setengah opat, pami hoyong solat malem teh, abiteh da sieun wengi teh geuningan. Komo ayeuna nguping bacokan-bacokan. Murengked abiteh sieun kitu (genteng bocor semua, turun. Ketika bangun malam jam setengah empat, kalau mau solat malam saya kan takut. Apalagi sekarang mendengar bacokan-bacokan. Semakin takut saya, red),” ungkap Euis.

“bantuan oge da taneuh nu batur (bantuan juga, tanahnya milik orang lain, red),” keluhnya.

Rumah dan tanah yang Euis tempati itu adalah milik pamannya. Sepanjang hidupnya ia merasa berhutang budi kepada keluarga sang paman. Berkali-kali ia terpikirkan, jika suatu hari nanti diminta ‘angkat kaki’ dari tempat berteduhnya tersebut.

“(Rumah) nu batur Teh. Pedah rai na pun biang. Sok weh cenah saur paman teh cenah, barudak mun bapak maot, ulah disingkahkeun kitu saur emang teh. Tapi da saur abiteh ka putera na kieu, mang maot mah abi milari tempat we kamana we nu pentingmah abi tong bunuh diri we, inget ka Allah (rumah punya orang lain. Adiknya ibu. Silakan saja kata paman. Kemudian bilang ke anaknya kalau bapak meninggal Euis jangan diusir. Tapi kata saya kalau paman meninggal saya mau cari tempat lain kemana saja yang penting saja gak bunuh diri, red),” ungkapnya.

0 Komentar