Temuan BPK, Penggunaan Kas Kab Pangandaran Rp 227 Miliar Tak Sesuai, Belanja JIJ Rp 5,4 M Kekurangan Volume

temuan BPK
Suasana di Kantor Pemerintah Kabupaten Pangandaran. (Dok. Deni Nurdiansah/Radartasik.id)
0 Komentar

PANGANDARAN, RADARTASIK.ID – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Pangandaran Tahun Anggaran 2023 mengungkapkan sejumlah temuan yang mengejutkan. 

Dari 16 temuan dan 78 rekomendasi yang disampaikan, teridentifikasi 61 rekomendasi administrasi dan 17 rekomendasi keuangan dengan nilai Rp. 317.101.822.065. 

Temuan-temuan ini tidak hanya mencerminkan ketidakberesan dalam administrasi dan pengelolaan keuangan daerah, tetapi juga memunculkan indikasi potensi tindak pidana korupsi.

Baca Juga:Perayaan Anniversary ke-11 Verza Rider Community Indonesia Region Bogor Menguatkan Tali PersaudaraanHonda Community Auto Contest 2024, Wadahi Kreativitas Modifikator dan Komunitas Honda di Jawa Barat

Hal tersebut terungkap dalam tulisan analisis teoritik Tedi Yusnanda N, pemerhati anggaran dan kebijakan publik Pangandaran, yang diterima Radartasik.id, Rabu, 12 Juni 2024.

Dalam menganalisis temuan BPK atas LKPD Kabupaten Pangandaran, Tedi memaparkan tiga teori analisis, yakni teori administrasi publik, teori kebijakan publik, dan teori akuntansi.

1. Teori Administrasi Publik

Tedi menjelaskan bahwa teori administrasi publik berfokus pada efisiensi dan efektivitas dalam manajemen organisasi publik. 

Max Weber, dengan konsep birokrasi rasionalnya, menekankan pentingnya sistem pengendalian internal yang kuat dan kepatuhan terhadap regulasi. 

Dalam konteks Kabupaten Pangandaran, ditemukan bahwa banyak prosedur administrasi belum dipatuhi dengan baik. 

Contoh nyata adalah 15 kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) pada 3 organisasi perangkat daerah (OPD) yang berindikasi proforma dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai, serta pengelolaan aset dan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) yang belum tertib. 

”Hal ini menunjukkan kelemahan dalam pengawasan internal dan penerapan kebijakan administrasi yang tidak optimal,” tulis Tedi.

Baca Juga:Tak Kunjung Diperbaiki, Traffic Light Bundaran Marlin Kabupaten Pangandaran Sudah 2 Tahun Mati Melati Usman Pimpin OJK Tasikmalaya, Perkuat Governansi di Sektor Jasa Keuangan

2. Teori Kebijakan Publik

Teori kebijakan publik, menurut Tedi, menekankan pada perencanaan, implementasi, dan evaluasi kebijakan publik yang transparan dan akuntabel. 

Menurut Dunn (1981), evaluasi kebijakan harus mencakup analisis terhadap tujuan, proses, dan hasil kebijakan. 

Temuan LHP BPK RI terkait penganggaran dan pelaksanaan pendapatan, belanja, defisit, dan pembiayaan pinjaman yang tidak sesuai ketentuan mengindikasikan adanya kesenjangan antara perencanaan dan implementasi kebijakan. 

Kenaikan saldo utang dan defisit riil Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mencapai 2,96% dari Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB (melampaui batas maksimal kumulatif 2,82%) mencerminkan pengelolaan kas dan kewajiban jangka pendek yang tidak memadai, yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam penyusunan kebijakan keuangan daerah.

0 Komentar