Ia mengatakan, gerakan komunitas ini tidak hanya efektif dalam meningkatkan harapan hidup ODHA, tapi bisa memerangi stigma dan diskriminasi di masyarakat.
”Terkait stigma, yang pertama harus dilakukan ODHA adalah melawan stigma dari diri sendiri dulu. ODHA ini perasaannya memang sangat sensitif. Maka yang paling berat itu stigma dari sendiri, misal merasa diri tidak pantas, merasa diri sampah masyarakat dan lain-lain,” ujarnya.
Kalau ODHA merasa terstigma, ia akan membawa beban yang berat saat menjalani aktivitas. Maka penting sekali untuk mengikis stigma dari diri sendiri, hidup dengan siapa pun akan enjoy.
Baca Juga:SMK Bhakti Kencana Juara 1 Monolog FLS2N Tingkat Kota TasikmalayaAlhambra Hotel Siaga Bencana, Gelar Pelatihan dan Simulasi Mitigasi Gempa
”ODHA harus keluar dari belenggu, tidak mesti mengurangi aktivitas. Dan tanamkan prinsip HIV Stop With Me. Artinya jika dia tahu ada HIV di dalam tubuhnya, maka cukup hanya sampai kepada dia saja, jangan menularkan kepada orang lain,” katanya.
Dilan menilai, eksistensi KDS sejak 2011 di Kota Tasikmalaya punya dampak yang cukup besar dalam mengikis stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
”Dari waktu ke waktu, stigma itu mulai berkurang. Hal itu terlihat dari mulai banyaknya ODHA yang terbuka kepada keluarga, berarti menggambarkan pemahaman di masyarakat sudah mulai ada,” katanya.
Meskipun tak bisa dipungkiri masih ada stigma dan diskriminasi dari layanan kesehatan dan sebagian masyarakat yang awam. Hal itu tak membuatnya putus asa, justru membuat Dilan dan komunitas KDS semangat terpacu untuk menggencarkan kampanye stop stigma.
”Saya ingin orang melek bahwa penyakit HIV itu tidak semua dari perilaku yang menyimpang. Jadi jangan jauhi orangnya, tapi jauhi penyakitnya,” ujarnya.
Pada akhirnya, kata ia, kita semua dapat berperan mengakhiri HIV/AIDS dalam bentuk sekecil apapun. Tidak menaruh stigma serta tidak melakukan tindakan atau bersikap diskriminatif terhadap ODHA adalah langkah minimum yang sangat berarti. (Lisna Wati)