TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Study tour adalah kegiatan belajar di luar kelas sambil berwisata atau rekreasi. Kegiatan ini umumnya bertujuan mengenalkan pelajar pada aktivitas real dari suatu teori yang selama ini diajarkan di sekolah.
Namun belakangan aktivitas study tour ini menjadi semacam ‘proyek’ sekolah yang cukup mengganggu bagi orang tua.
Bukan karena tidak mau anak mereka belajar di luar kelas, namun lokasi kegiatan study tour seringkali dilaksanakan ke tempat yang sangat jauh dan terkenal.
Baca Juga:Kasus Gudang Miras yang Ditemukan Dekat Masjid Bikin Ulama GeramPuluhan Usaha Mebel di Kota Tasikmalaya Gulung Tikar, Kalah Bersaing dengan Produk China?
Hal ini kemudian berkonsekuensi pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan orang tua untuk anak-anak mereka.
Padahal, tidak semua orang tua siswa memiliki ekonomi yang bagus. Banyak dari mereka yang terpaksa meminjam uang hingga menggadaikan asset demi anaknya bisa ikut study tour.
Kalaupun kegiatan itu tidak wajib dan siswa memilih tidak ikut, pada beberapa kasus yang pernah muncul di tingkat nasional, siswa yang tidak ikut study tour biasanya harus tetap membayar iuran setengahnya dengan alasan untuk ‘nilai’.
Keluhan seperti ini ternyata juga ada di Kota Tasikmalaya dan telah sampai ke telinga lembaga legislatif sebagai penyerap aspirasi masyarakat.
Para orang tua kemudian ramai-ramai mengeluhkan biaya study tour terlalu tinggi sehingga menjadi beban ekonomi tambahan bagi keluarga.
Mereka harus pontang-panting mencari uang untuk iuran biaya perjalanan dan juga bekal sang anak. Beberapa mengaku memaksakan diri melakukan apa pun agar anak bisa dapat ikut study tour karena takut anak tidak mendapat nilai dari sekolah.
“Study tour diadakan karena kebutuhan siswa untuk mendapatkan pengalaman dari luar sekolah. Tapi beberapa titik kami kunjungan ke masyarakat grassroot, kok seperti jadi beban ya aduan dari masyarakat itu,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Muslim MSi kepada Radar, Senin (12/11/2023).