CIHIDEUNG, RADARTASIK.ID – Warga Kota Tasikmalaya dihebohkan kemunculan reklame penolakan Pj Wali Kota Dr Cheka Virgowansyah, di Jalan HZ Mustofa, pada Kamis (12/1/2023). Lokasi yang strategis dengan warna yang mencolok, menjadikan reklame dengan tulisan bernada sinis itu cukup menyita perhatian publik.
Pada reklame tersebut terdapat tulisan menggunakan Bahasa Sunda berhuruf kapital. Jika diterjemahkan menjadi Bahasa Indonesia artinya “DARI ORANG TASIK, OLEH ORANG TASIK, UNTUK ORANG TASIK… KAMU SIAPA? JANGAN SUKA IKUT CAMPUR URUSAN ORANG LAIN! PAHIT… PAHIT… PERGI SANA, KE SEBRANG KE PALEMBANG!!!” di bawah pesan tersebut tanda pagar #PJWALIKOTA.
Ketua Forum Leuwi Keris Evi Hilman mengatakan bahwa reklame tersebut dipasang olehnya, lantaran kehadiran Dr Cheka di Kota Tasikmalaya dinilai membawa misi terselubung. Meski secara kinerja, dia mengakui Cheka tampak tidak masalah. “Secara kasat mata memang tidak ada masalah, tapi saya melihat di sini ada kepentingan terselubung,” ungkapnya kepada Radar, kemarin.
Dia menuturkan kehadiran pria yang ditunjuk Kementerian Dalam Negeri itu telah menimbulkan keresahan. Cheka dinilai asing karena hanya bekerja berdasarkan sistem yang ia pahami, tanpa memahami kultur masyarakat lokal. “Meskipun tidak tampak nyata, tapi muncul disharmonisasi di lingkungan birokrasi,” terangnya.
Menurut dia ketidakharmonisan di tubuh birokrasi akan berdampak pada roda pemerintahan dan pembangunan. Muaranya tentu akan berimbas kepada pelayanan dan kehidupan masyarakat Kota Tasikmalaya. “Karena pemerintah itu bekerja untuk masyarakat,” katanya.
Evi sendiri mengaku resah. Baik secara pribadi maupun organisasi. Dia yakin banyak pihak yang merasakan hal serupa namun tidak berani speak up ke publik. “Atau mungkin malah belum paham dengan situasinya,” katanya.
Hal itu sejalan dengan catatan berjudul Surat Cinta Buat Pj Wali Kota Tasikmalaya dari Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat. Melalui tulisan itu dia mencurahkan keresahannya kepada kepemimpinan Dr Cheka Virgowansyah di Kota Tasik.
Tatang melihat dari Cheka berambisi membangun kedisiplinan dan ketertiban secara birokrasi. Akan tetapi di sisi lain ambisi itu bermetamorfosa menjadi sebuah egosentris. “Pembentukan Satgas Tasik Resik sendiri saya melihat sebagai bentuk pelecehan juga terhadap Dinas Lingkungan Hidup,” ungkapnya.
Seperti halnya Evi, Tatang juga melihat ada ketidakharmonisan antara sebagian birokrat dengan Pj Wali Kota Tasikmalaya. Hal ini karena figur Cheka saat ini lebih terlihat sebagai rival OPD ketimbang pimpinan dari gabungan OPD. “Pejabat eselon II saya lihat sudah apatis dengan kebijakan Pj Wali Kota,” ujarnya.
Ketidakharmonisan birokrasi ini menurut dia tidak hanya berdampak pada para pegawai. Korban sebenarnya dari setiap persoalan di roda pemerintahan adalah masyarakat. “Bukan kinerja pemerintah saja, lebih bahayanya berdampak pada masyarakat,” katanya.
Dia tidak begitu mempersoalkan asal usul Cheka yang bukan warga lokal. Hanya saja dia ingin sosok Pj Wali Kota bisa membangun komunikasi yang baik dengan para birokrat dan juga masyarakat. “Perhatian dan fokus kerja pun jangan hanya di sektor tertentu saja,” imbuhnya. (rga)