Profesi Badut Jalanan Lebih Menjanjikan Ketimbang Pelayan Toko, Inilah Cerita dari Alun-Alun Tasikmalaya

badut jalanan
DPPKBP3A Kota Tasikmalaya beri imbauan pekerja perempuan di jalanan tidak boleh bawa anak. (Ayu Sabrina B/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Salah satu dari badut jalanan yang terjaring razia Satpol PP bersama Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan pada Senin, 1 April 2024, adalah perempuan berinisial HA.

Ia bekerja menjadi badut di kawasan Alun-Alun Citapen. Disela pekerjananya ia juga membawa dua orang anaknya yang masih kecil.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) , Lusi Rosdianti, MPd mengatakan bahwa HA mengaku terpaksa menjadi badut jalanan demi memenuhi kebutuhan ekonomi.

Baca Juga:Relawan BHC Deklarasikan Dukungan Milenial untuk BambangRumpun Music Project Tasikmalaya Gelar Dialog Interaktif dan Santunan pada Anak Yatim

HA menjadi tulang punggung keluarga sementara, lantaran sang suami yang pergi bekerja ke luar pulau Jawa tidak bisa memberi pemasukan yang menjanjikan.

“Punya suami yang bekerja di Lampung. Untuk menghidupi anak-anaknya memang kekurangan. Ada tiga anaknya, kemarin dibawa ke jalanan dua,” katanya saat bercerita pada Selasa, 2 April 2024.

Menurut Lusi, dengan modal sewa kostum badut seharga Rp 30.000 HA bisa meraup penghasilan Rp 100.000 per hari.

Kepada Lusi, HA juga mengaku bukan tidak ingin bekerja layak. Namun dari segi usia dia sudah kalah dibanding pencari kerja lain.

Selain itu menjadi badut jalanan juga dinilai lebih menjanjikan ketimbang menjadi karyawan toko atau pekerjaan sektor informal lainnya.

“(Tapi tetap) anak-anak dan perempuan kalau bisa jangan di jalanan kerjanya. Cari yang lebih baik,” kata Lusi.

Lusi mengaku telah menyarankan HA untuk alih profesi mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan dan tidak membahayakan anak-anaknya.

Baca Juga:Waduh! Penggunaan Basa Sunda Kurang Diminati Anak Muda TasikmalayaTukang Kredit Ini Tertimbun Longsor Cikijing-Kuningan, Baru Ditemukan Setelah 25 Hari Terkubur

Seperti menjadi pembantu rumah tangga atau penjaga toko. Namun saran itu ditolak lantaran gaji dari pekerjaan itu dinilai tak mencukupi.

“Kami sarankan untuk jadi pelayan toko, menjadi pembantu rumah tangga. Mereka bilangnya kecil penghasilan dari pekerjaan tersebut. Kalau menjadi badut di jalanan kan lumayan paling minimal dapat Rp50 ribu,” paparna.

Lusi mengatakan pihaknya selama ini selalu berusaha menyosialisasikan pentingnya mencari pekerjaan layak kepada para perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Namun ternyata itu bukan perkara mudah.

“Sulit juga menertibkan mereka. Kita sudah berupaya memberikan edukasi dan sosialisasi. Pekerja perempuan di jalanan ada sih lumayan. Kebanyakan memang anak-anak, mereka memoles diri dengan anting-anting khas, lebih banyak ada yang di atas 18 tahun,” terangnya. (Ayu Sabrina)

0 Komentar