Perpusatakaan, Pembelajaran Sepanjang Hayat

Perpusatakaan, Pembelajaran Sepanjang Hayat
BELAJAR. Siswa sedang belajar di kelas. Pembelajaran tak hanya dilakukan di kelas, tapi juga perpustakaan sebagai sumber pembelajaran pendidikan bagi masyarakat yang lebih inklusif. Foto: Istimewa
0 Komentar

JAKARTA, RADSIK – Akses pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat masih jadi isu strategis. Sekelompok masyarakat dinilai masih rawan tersingkir dari dunia pendidikan dan pembelajaran.

Presiden Asosiasi Pendidikan Dasar dan Dewasa Asia Pasifik Selatan (ASPBAE) Nani Zulminarni mengatakan ada enam faktor pemicu tersingkirnya masyarakat dari dunia pendidikan.

Nani mengatakan pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat adalah hak dari masyarakat di manapun.

Baca Juga:Proaktif, Rumuskan Inovasi Smart CityCuriga Pungli Terorganisir

“Sejatinya terdapat enam situasi di mana seseorang dapat tersingkirkan dari proses pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat,” katanya dalam forum seminar Urban-20 (U20) Side Event bertema Enabling Cities, Caring Cities yang diselenggarakan secara hibrid oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Selasa (30/8/2022).

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Keenam situasi itu adalah gender dan usia. “Kemudian disibalitu dan diffability,” tuturnya. Situasi berikutnya yang menyingkirkan kesempatan pendidikan dan pembelajaran adalah status sosial, lokasi, metodologi dan pendekatan, serta topik dan fokus.

Nani mengatakan keenam situasi itu bisa ditangani dengan berbagai cara. Diantaranya memanfaatkan keberadaan perpustakaan. “Pustakawan harus bisa men-support proses belajar melalui buku, cerita, data, informasi yang ada di perpustakaan, juga termasuk hasil-hasil riset menjadi sumber pembelajaran pendidikan bagi masyarakat yang lebih inklusif,” jelasnya.

Dia mengatakan ungkapan education is not limited to school harus dimaknai sebagai proses belajar sepanjang hayat. Di mana proses pembelajaran sepanjang hayat tidak sebatas di ruang kelas atau lembaga pendidikan saja.

Dalam forum yang sama Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan, untuk bisa menjawab persoalan pembelajaran sepanjang hayat, perpustakaan harus berubah. “Supaya bisa menjawab kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Syarif mengajak seluruh lapisan ma­syarakat untuk mengubah paradigma per­pustakaan di dunia agar dapat ber­transformasi dan kehadirannya dirasakan masyarakat. Dia berharap perpustakaan tidak lagi menjadi simbol. (jpc)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!

 

0 Komentar