RADARTASIK.ID – Penemuan metamfetamina alias sabu tidak bisa dipisahkan dari kisah dua ahli kimia Jepang, Nagai Nagayoshi dan Akira Ogata. Keduanya menempuh pendidikan di Berlin pada awal abad ke-20.
Pada tahun 1871, Nagayoshi berhasil mengisolasi senyawa efedrina dari tumbuhan Cina, Ephedra sinica, yang kemudian dikembangkan menjadi metamfetamina pada tahun 1919 oleh Ogata.
Awalnya, efedrina dianggap sebagai obat yang dapat membantu penderita asma. Namun, karena efeknya yang tidak jauh berbeda dengan adrenalin, perusahaan farmasi Jerman, Merck, menolak untuk memproduksinya.
Baca juga: Kepala Bapelitbangda Kota Tasik Positif Metamfetamin, Apa Itu Metamfetamin?
Hal ini memicu Nagayoshi untuk meningkatkan efek efedrina dan mengembangkannya menjadi metamfetamina.
Sayangnya, pada saat itu belum ada aplikasi praktis untuk metamfetamina dan obat ini sempat dilupakan.
Penemuan Baru Proses Produksi Kristal “Meth”
Pada tahun 1919, Ogata berhasil menemukan proses produksi kristal metamfetamina yang lebih mudah dan cepat.
Baca juga: Kepala Bappelitbangda Terjerat Sabu, Ini Bahaya Narkoba Bagi Tubuh
Resep tersebut kemudian dibeli oleh perusahaan farmasi Inggris, Burroughs Wellcome & Co, dan mulai memasarkannya di Eropa sebagai obat fisiatrik untuk gangguan kejiwaan.
Pada tahun 1934, perusahaan farmasi Jerman, Temmler, memproduksi metamfetamina untuk konsumsi publik dengan nama dagang Pervitin. Obat ini dimaksudkan untuk meningkatkan konsentrasi dan tingkat kesadaran.