Penamaan Lorong Katasik Dikritik Seniman dan Budayawan Kota Tasikmalaya

anggaran lorong
Lorong Katasik di Jalan Veteran, Kecamatan Cihideung, tampak sepi dan gelap pada (3/1) malam. (foto: ayu sabrina/radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Program Lorong Kawasan Wisata Tematik (Katasik) disebut tak akan bertahan lama oleh seniman dan budayan Tasikmalaya.

Sepuluh titik gang atau lorong yang telah dipercantik dinilai tidak memiliki ciri khas yang mendasar pada lingkungan sekitar. Sehingga tidak cukup menggambarkan identitas warga.

Sedari awal Pemerintah Kota Tasikmalaya tidak melibatkan seniman dan budayawan dalam membangun Katasik. Diungkapkan Ashmansyah Timutiah, seniman Tasikmalaya yang mengatakan bahwa dirinya tidak tahu-menahu program yang mengandalkan estetika hingga kesenian khas kota santri itu.

Baca Juga:Kinerja Dinas Penghasil PAD Akan Dievaluasi, Sekda Kota Tasikmalaya: Agak RepotRibuan Saksi Akan Kawal Suara Golkar di Kota Tasikmalaya

“Kami dari awal tidak diberitahu, hanya membaca melalui media bahwa program Katasik itu untuk menarik pelancong datang ke Tasikmalaya. Salah satunya dengan tampilan mural di dinding hingga lorong yang dihias-hias,” ungkap pria yang akrab disapa Acong itu, Senin (08/01/2024).

Ia juga menganggap wajar, jika Katasik kian sepi pengunjung. Hal itu terjadi lantaran ide Katasik terkesan hanya oleh-oleh yang dibawa Penjabat Wali Kota Tasikmalaya, Dr Cheka Virgowansyah dari Makassar.

“Dari awal memang rencananya tidak matang. Kalau hanya ngejar viral ya tentu tidak akan bertahan. Itu kan awalnya dia dari Makassar, dibawa kan idenya di sini. Tapi tidak serta-merta langsung diterapkan, harusnya melalui pengkajian dan perencanaan matang,” ujarnya.

Setiap Lorong Katasik diberi nama sesuai asmaul husna oleh Cheka. Hal itu dengan harapan nantinya, dari 10 Katasik bisa menjamur jadi 99 titik lokasi. Penamaan lokasi itu, juga dikritik oleh Acong tidak relevan dengan ciri khas tempat ataupun daya jual yang ditampilkan di setiap Katasik.

“Kenapa gak ambil ciri khas dari daerah itu. Bukan malah pakai simbol-simbol agama. Kenapa namanya misal tidak seperti makam tokoh yang ada di Situ Gede, Eyang prabudilaya,” ucapnya.

Apalagi, saat peresmian pertama kali Katasik di Situ Beet, Mangkubumi, Cheka mendirikan pos-pos UMKM di atas sawah yang kering. Alih-alih memanfaatkan lorong, tempat itu kini tak bisa disusupi satu pos sama sekali.

0 Komentar