Pelototi Celah Kampanye di Kampus

TAWANG, RADSIK – Tahun politik yang mulai dirasakan publik, mendorong kalangan intelektual mengambil peran strategis. Menyukseskan kontestasi persaingan calon-calon pemimpin baru di daerah agar bersaing secara sehat lewat adu gagasan, dengan santun dan edukatif.

Seperti yang dilakukan mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Galunggung (STHG). Mereka menggali wawasan kepemiluan baik secara teoritis maupun praktik di lapangan. Sebab, proses aktual di lapangan kerap berlainan dengan teori ideal yang mereka pelajari di kampus.

“Jadi kita terjun langsung salah satunya ke KPU hari ini untuk mengatrol wawasan kepemiluan. Sebagai warga negara, dan agen perubahan kita punya andil serius dalam memastikan proses demokrasi berjalan sesuai harapan,” kata Ketua Kelompok Studi Lapangan Gama Restu A disela kunjungan di Sekretariat KPU Kota Tasikmalaya, Kamis (12/1/2023).

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Menurutnya Pemilu 2024 mendatang kalangan pemilih bakal didominasi segmentasi muda atau pemilih pemula. Ia khawatir generasi muda saat ini cenderung apatis terhadap politik.

Padahal hajatan 5 tahunan itu penting dalam menentukan nasib bangsa ke depan.

“Maka dari itu kita ingin dalami soal regulasi dan penerapannya di lapangan, kemudian menjalin sinergi dengan stakeholder serta penyelenggara. Agar apa, agar sama-sama memastikan proses demokrasi yang begitu penting ini bisa berlangsung baik, dan juga partisipasi khususnya kalangan muda tinggi, memilih dan menentukan calon-calon pemimpin,” bebernya.

Dia juga menyoroti wacana pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup yang sedang menjadi perdebatan. Mahasiswa memandang sistem proporsional terbuka akan lebih baik untuk kembali diterapkan. Sebab kandidat yang muncul bisa dikenal dan dipilih langsung oleh masyarakat. Bukan dikuasai parpol.

“Kalau tertutup justru agak melenceng dari demokrasi sendiri karena tak adanya transparansi, dikuasai parpol. Andil masyarakat sangat minim dalam menentukan nasib ke depannya melalui pemilihan calon pemimpin,” harapnya.

Mahasiswa lainnya, Kevin Nugraha menyoal rentannya kampus sebagai lembaga akademik disusupi konten politik praktis. Melalui diskusi dengan penyelenggara pemilu, Ia pun mencoba menggali informasi tersebut.

“Misalnya atribut, identitas atau bentuk simbolik apapun tentang suatu partai ada di kampus, kita akan pelototi dan kawal karena sensitif dan rentan. Jangan sampai akademik tercederai politik praktis,” tegas Kevin.

Sementara itu, Ketua KPU Kota Tasikmalaya Dr Ade Zaenul mengakui Pemilu 2024 melibatkan kalangan pemilih pemula atau milenial secara signifikan. Dimana, jumlah segmentasi ini angkanya cukup tinggi dalam menentukan tingkat partisipasi pemilih. “Maka kita respons positif sekali upaya-upaya mahasiswa untuk ikut andil dan berperan mengawal proses demokrasi. Terutama sosialisasi kepada rekan sebayanya,” harap Ade.

Menurutnya generasi muda saat ini rentan apatis terhadap politik. Bukan karena minim pengetahuan atau tingkat kepedulian yang rendah, tapi ada juga kelompok kritis yang cenderung apatis, lantaran sudah megantongi pengetahuan awal. Terutama berkaitan dengan sistem yang ideal dalam proses demokrasi, ketatanegaraan dan lain sebagainya.

“Nah peran kalangan mahasiswa atau kaum intelektual ini, bisa menjembatani antara landasan teori rekan-rekan sebayanya yang bersifat idealis dengan tataran praktis. Di sana biasanya peluang sifat kritis yang menimbulkan apatisme untuk peduli atau memilih calon pemimpin ke depan, ketika adanya ketidaksinkronan lantaran tidak ada yang menjembatani,” analisisnya.

Diharapkan, lanjut dia, dengan banyaknya mahasiswa yang melek pesta demokrasi, bisa menjangkau generasi alpha supaya melakukan pendekatan dan menyampaikan informasi kepemiluan yang lebih mudah dipahami para pemilih segmen tersebut.

“Kami pun juga berkepentingan dalam mengatrol pemilih pemula secara konstan, dimana capaian Pemilu 2014 ke 2019 terbilang mengalami kenaikan 3 persen di angka 87,49 persen. Pemilu mendatang kalau naik 2 persen saja, kita akan tembus di 89, 50 persen, semoga trennya terus naik,” harap Ade. (igi)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!