JAKARTA, RADSIK – Penyaluran kredit yang berkualitas dengan melakukan sentralisasi proses kredit mampu menekan rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL). Tercatat, NPL gross PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) pada kuartal III 2022 berada di level 3,45 persen. Sementara, NPL nett sebesar 1,23 persen.
Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan, tren restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sudah menurun. Meski harus diakui ketika relaksasi itu berakhir maka akan terjadi peningkatan kredit beresiko atau Loan at Risk (LAR). Saat ini, LAR BTN berada di posisi 26 persen.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
“Konsumer udah turun terus. Terutama LAR KPR itu udah turun terus. Setahun terakhir LAR sudah turun Rp 15 triliun. Jadi orangnya sudah kembali sehat. Mudah-mudahan tahun depan di bawah 20 persen,” bebernya saat ditanyai Jawa Pos usai paparan kinerja, Kamis (27/10/2022).
Nixon memperkirakan, sekitar 6-7 persen dari restrukturisasi kredit akan jatuh ke NPL. Tapi realisasinya saat ini berkisar 2-3 persen. Masih di bawah itu prakiraan.
“Dulu seingat saya, LAR saat kali pertama restrukturisasi Covid-19 itu 56 persen. Jadi udah hampir (turun) setengah saat ini. Ya artinya orang sudah kembali (beraktivitas) normal, mulai kerja, dan penghasilannya udah mulai balik normal. Mudah-mudahan lah,” jelasnya.
Hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG BI) 19-20 Oktober lalu memutuskan melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti. Meliputi, rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan). Nixon menilai, pembayaran uang muka alias down payment (DP) 0 persen bukan masalah utama masyarakat. Sebab, pemerintah sebelumnya juga memberikan program subsidi DP.
Menurut dia, nasabah BTN justru paling banyak memilih program DP 10-20 persen. Sebab, mereka menginginkan angsuran bulanan yang lebih rendah. “DP is not a big issue di kita. Masalahnya itu di angsuran,” ucapnya.
Nixon mengaku, pihaknya belum menaikkan bunga KPR dalam waktu dekat. Hanya saja, perseroan memangkas tenor suku bunga promo untuk pengajuan kredit baru. Sehingga menjadi lebih singkat.
Selain itu, 60 persen suku bunga KPR subsidi telah naik. Meski demikian, beban bunga itu tidak diberikan ke masyarakat. Tapi, dibebankan ke subsidi dari pemerintah dalam program KPR selisih bunga. Sehingga, nasabah tetap dikenakan suku bunga yang rendah.
“Kita belum berhitung (dengan adanya kenaikan suku bunga acuan). Cicilan belum naik juga kan. Was-was boleh, tapi kan kejadiannya kagak ada. Kita belum kepikiran menaikkan bunga kpr sampai hari ini,” tegasnya.
Terpisah, PT Bank Maybank Indonesia, Tbk. (Maybank Indonesia) mampu mencetak laba sebelum pajak sebesar Rp 1,48 triliun dan laba setelah pajak dan kepentingan non-pengendali (PATAMI) sebanyak Rp 1,06 triliun. Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria menuturkan, perolehan laba yang relatif stabil sehubungan dengan loan yield yang lebih rendah akibat persaingan ketat penyaluran kredit. Sehingga berimbas kepada pendapatan bunga (interest income) yang menurun.
Maybank Indonesia mencatat provisi yang lebih rendah. Disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit, cost of funds, dan biaya overhead yang terkendali. “Seiring dengan menurunnya biaya dana, bank mencatat net interest margin (NIM) menguat 2 basis poin (bps) menjadi 4,8 persen pada September 2022,” bebernya.
Meningkatnya aktivitas perdagangan dan bisnis mendorong permintaan akan pembiayaan. Terutama bagi perusahaan berskala besar, korporasi, serta ritel. Total pembiayaan tumbuh 12,8 persen YoY menjadi Rp 111,45 triliun. Kredit segmen global banking mencatat pertumbuhan pesat sebesar 25 persen menjadi Rp 45,63 triliun.
Kredit segmen Community Financial Services (CFS) terdiri dari kredit ritel dan nonritel tumbuh 5,7 persen menjadi Rp 65,81 triliun. Begitu pula kredit segmen retail small and medium enterprises (RSME) meningkat 5,7 persen menjadi Rp 12,76 triliun. “Kami terus melakukan upaya rebalancing terhadap portofolio pembiayaan khususnya segmen non-ritel dengan berfokus pada penyaluran kredit agar kredit tersebut dapat bermanfaat bagi kelangsungan usaha nasabah,” tandasnya. (jpc)
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!