Ngaji Wagiman

Ngaji Wagiman
Dahlan ISkan
0 Komentar

SETELAH kaya dan anaknya lulus SMA khusus menghafal Quran, Wagiman memutuskan untuk mulai belajar mengaji.

Guru ngajinya, anaknya sendiri. “Kalau panggil guru dari luar saya malu. Sudah tua baru belajar membaca Quran,” ujar Wagiman, kini berusia 50 tahun.

Wagiman hanya lulus SD. Kala itu ia harus langsung bekerja. Serabutan. Ia harus membantu ibunya menghidupi tiga anak. Ayahnya hidup sangat miskin. Ia jadi buruh di sawah. Mencangkul, menanam padi, membajak, angon sapi, dan kambing.

Baca Juga:Kepala Desa Harus Fokus kepada KinerjaBanyak Ditanya Pilkada, Yusuf Hanya Senyum

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Umur 16 tahun, Wagiman merantau ke Jakarta. Kerja apa saja. Sampai akhirnya berhasil jadi orang kaya: lahir batin.

Setelah belajar mengaji itu, Wagiman justru ingin bikin madrasah. Juga khusus untuk menghafal Quran. Ia memilih berafiliasi dengan pondok tempat anaknya sekolah dulu: Yanbu’ul Qur’an. Kudus. Yang kampusnya tidak jauh dari Menara Kudus.

Maka madrasah yang didirikan Wagiman itu diberi nama Yanbu’ul Qur’an 1 Pati. Lokasinya di km 5 antara Pati-Kajen.

Wagiman membeli tanah hampir 3 hektare di desa itu. Yang sudah dibangun baru 1,5 hektare: untuk masjid, madrasah, dan asrama. Serba 1000. Masjidnya bisa untuk salat 1000 orang. Madrasahnya untuk 1000 siswa. Asramanya juga untuk 1000 santri.

Awalnya Wagiman membuka SMP kelas 1. Lebih 40 persen gurunya hafal  Quran. Kini sudah sampai tingkat SMA. Tahun ini wisuda pertama untuk lulusan SMA Yanbu’ul Qur’an 1 Pati.

Wagiman masih punya banyak rumah di Jakarta, tapi waktunya kini lebih banyak dihabiskan di Pati.

Baca Juga:Lulusan Profesi Ners Diangkat SumpahTerapkan Pendidikan Karakter Berbasis Ta’dib

Ia kontrol sendiri kebersihan, pertamanan, dan kedisiplinan guru. “Semua guru wajib salat berjamaah di masjid. Saya kontrol sendiri. Bagaimana santri bisa disiplin kalau gurunya tidak memberi contoh,” ujar Wagiman kemarin.

Meski tergolong baru Yanbu’ul Quran (berseminya Quran) sudah terkenal. Tahun ini pendaftarnya 300 orang. Yang diterima hanya 100 siswa. Padahal santri harus membayar uang sekolah Rp 1.500.000/bulan.  Termasuk untuk makan tiga kali sehari.

Wagiman menghadirkan mutu, budi pekerti, dan fasilitas nyaman. Kelas SMA-nya pakai AC. Disediakan kolam renang. Lapangan sepak bola. Ruang makan untuk 700 orang.

0 Komentar