Musik Lokal Kurang Diminati, Musisi Tasikmalaya Dilematis dalam Berkarya

musik lokal
Salah satu kelompok musik membawakan tembang karya sendiri di Hari Musik Sedunia, di Studio NgaosArt Tasikmalaya, Jumat (21/6/2024). (Ayu Sabrina / Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Geliat musik di Kota Santri semakin hidup. Warung kopi, cafe, restoran, hingga angkutan umum kerap memutar musik.

Beragam lagu yang tidak asing di telinga masyarakat sering diperdengarkan dan rata-rata adalah milik penyanyi nasional.

Beda cerita dengan lagu lokal. Meski mereka kerap diundang atau diberi panggung untuk berlantun, para pendengar kurang meminati lagu karya musisi lokal.

Baca Juga:Masa Tugas Ketua KNPI Kota Tasikmalaya Akan Berakhir, Emang Kapan Sudah Bekerjanya?Ormas Islam, Ponpes Sampai Parpol Dapat Keberkahan Idul Adha dari Bacalon Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi

Acapkali para pendengar meminta lagu-lagu milik penyanyi kenamaan dibanding mendengarkan karya asli musisi daerah.

Seperti dikatakan Alfin Nurul Azmi (26), personil Kataswara.

Kelompok musik yang tergabung dalam Yayasan Seni Ngaos Art Tasikmalaya itu mengaku lebih sering membawakan lagu band atau artis kenamaan ketimbang lagunya sendiri.

Hal itu lantaran masyarakat kurang minat terhadap karya musisi lokal dan mereka lebih senang mendengarkan hits yang sedang populer.

“Kalau dari sudut pandang musisi, bagus dan jelek itu relatif. Musik adalah selera. Bagaimana caranya kita agar istiqamah. Namun tidak menapikan, keidealisan seniman tergoyahkan oleh ekonomi. Membawa lagu sorangan moal payu, tetapi cover gak salah juga. Tapi bagi saya seniman, musisi, apapun itu dikenal dengan karyanya,” jelasnya usai pentas pada Hari Musik Sedunia di Studio NgaosArt pada Jumat 21 Juni 2024.

Alfin memerhatikan bahwa di Kota Tasikmalaya, sudah banyak musisi dan band lokal. Panggung pun acapkali tersedia bagi mereka yang mau berekspresi.

Tetapi, minat masyarakat terhadap karya musisi lokal memang masih minim jika dibandingkan dengan lagu-lagu milik penyanyi nasional dan internasional.

“Dari tahun 2002 sampai sekarang sebetulnya ada (band lokal). Cuman memang pengakuan dari luarnya sendiri juga kurang. Entah itu musisinya entah itu ruangnya, yang sepertinya kurang aktif di medsosnya juga mungkin,” lanjut dia.

Apalagi, masyarakat Kota Tasikmalaya masih memaknai musik sebagai hiburan.

Baca Juga:Pengabdian Ivan Dicksan Belum Cukup Sebatas Sekda Kota Tasikmalaya, Suksesor Budi Budiman Turun GunungDitanya soal Maju di Pilkada Kota Tasikmalaya 2024? Rezki Budiman Senyum- Senyum!

Padahal kata Alfin, musik adalah medium berkespresi yang luas. Bisa jadi sarana bercerita, menyampaikan pesan politik, hingga dakwah dalam arti luas.

“Jadi memang perlu ada literasi bahwa musik itu tidak melulu hiburan tapi juga ada ajaran. Ini yang jadi persoalan sekarang cenderung musik dianggap hiburan. Bergembira ya sudah selesai. Musik bisa jadi dakwah dengan arti luas bukan secara religius saja. Saat bergembira terbuka katup memori kita,” paparnya.

0 Komentar