Meriung Fatihah

INI sesuatu banget. Cerita usai salat Jumat, 13 Januari 2023, di perumahan tempat saya tinggal. Saya meriung dengan tiga ustaz. Mereka Ustaz Maman Suherman, Ustaz Yusuf Maulana dan Ustaz Dikdik Permana. Kami semua bermukim di perum yang sama. Hanya beda blok saja.

Kembali ke topik. Dikatakan sesuatu, karena memang begitu menghentak. Khususnya bagi saya. Seorang muslim yang tidak mengalami nyantri, alias mondok di pesantren. Apa itu?

Membaca surat Al Fatihah. Surah pembuka di dalam Al-Qur’an. Terdiri 7 ayat. Al Fatihah ini wajib dibaca dalam setiap rakaat salat. Tanpa membaca surah Al Fatihah, maka  salat pun hukumnya tidak sah salat.

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Apa masalahnya dengan saya? Begini. Saat meriung bersama tiga ustaz itu, saya memberanikan diri minta dinilai bacaan Al Fatihah saya. “Ustaz. Coba bacaan Al Fatihah saya dengarkan. Apakah lulus?” Pinta saya ke Ustaz Maman Suherman, ustaz senior di perum tempat kami tinggal.

Ustaz Maman Suherman, hanya senyum saja. Tidak menjawab. Wajahnya yang berkulit putih, seperti menyiratkan ragu. Takut saya mendapat malu saat dari bacaan kualitasnya buruk. Baik dari sisi pelafalan makhroj (huruf) maupun hukum tadjwidnya.

Ustaz Yusuf dan Ustaz Dikdik juga seperti memiliki hal yang sama. Mungkin di mata Ustaz Maman, hal begini lebih baik private. Sangat pribadi agar tidak mempermalukan. Khususnya jika blepotan membacanya.

Buktinya. Tiga ustaz itu malah membahas obrolan lain. Menyangkut khususnya rukun-rukun jumatan. Tapi sebelum terlupakan, terutama sebelum meriung bubar, saya ulang kembali permintaan yang sama.

Akhirnya, tiga ustaz terfokus ke saya. Lalu saya lantunkan bacaan surah Al Fatihah. Jujur, ada grogi. Agak terbata saat membuka dengan ta’awud. Saya berpikir, begini barangkali jika seorang santri setor hafalan surah ke kiainya.

Baru sampai ayat kedua, Ustadz Maman langsung menyela. Bacaan ayat kedua: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin kirang tepat. “Alif lam bacanya jangan memantul,” koreksi Ustaz Maman.

Saya tidak paham. Lalu bertanya, memantul seperti apa. Menurut ustaz, alif lam komariah lam harus jelas. Nah, saya intonasinya ada pantulan. “Tidak boleh memantul,” tegas dia.

Saya pun mengulangnya lagi. Beberapa kali sampai pantulan lam itu tidak ada. Lalu dilanjutkan ayat lain. Sampai selesia. Hasilnya, ada empat titik bacaan yang dikoreksi Ustaz Maman. Pun koreksinya itu dibenarkan oleh Ustaz Yusuf  Maulana dan Ustaz Dikdik Permana.

Waduh. Saya jadi tersentak. Usia saya 49 tahun. Selama itu bacaan Al Fatihah saya banyak salahnya. Sedangkan Al Fatihah merupakan kunci sahnya salat. Saya beristighfar. Dalam hati ngagerentes. “Ya Allah, hak Engkau lah menerima dan menolak ibadah salat hamba. Ampuni hamba lalai belajar.”

Benar. Ini kelalaian saya sendiri. Walaupun tidak masantren (belajar ilmu agama di pesantren), seharusnya secara pribadi saya belajar. Sebab hukumnya fardhu ain. Kewajiban personal yang tidak bisa diwakilkan.

Tak terasa, meriung sudah satu jam. Kami semua harus kembali melakukan aktivitas. Masjid pun kami tinggalkan. Sepanjang perjalanan ke rumah, ada dua rasa pagalo di hati ini.

Pertama, sedih. Ternyata seumur sejak akhil baligh, hal dasar beribadah saja abai. Membereskan bacaan Al Fatihah tidak dilakukan. Sedih dengan rangkaian ibadah yang saya lakukan selama hidup. Kalau bacaan Fatihah tidak benar, tentu salat saya…

Saya tidak berani lanjutkan kalimat itu. Hanya meyakinkan diri. Allah Maha Pengasih, Maha Memaklumi atas hambanya. Intinya, saya yakinkan diri bahwa Allah Maha Baik. Agar tidak terlalu dicekam pikiran buruk: Diskualifikasi semua salat saya.

Kedua, saya bahagia. Bisa mendapat ilmu dari tiga ustaz. Tercerahkan soal bacaan al fatihah. Saya camkan semua titik bacaan yang salah. Optimistis sekarang tidak salah lagi membaca al fatihah. Berbedar hati salat saya tidak kena diskualifikasi.

Kenapa memang? Sederhana saja. Dalam Islam diajarkan, Allah memerintahkan agar ketika ada kesulitan hidup, jadikan sabar dan salat  sebagai penolong. Nah, kalau salatnya kena diskualifikasi karena tersandung bacaan fatihah yang salah, bisa jadi pertolongan sulit diperoleh. Sebab pincang. (*)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!