Menyingkap Misi Merekatkan Budaya Sunda-China, Komunikasi Pakai Mesin Penerjemah demi Menjaga Kerahasiaan

mesin penerjemah
Dadan Alisundana
0 Komentar

”Bisakah saya membeli mesin ini. Agar saya bisa seperti Anda ke mana saja mudah?” tanya saya melalui mesin penerjemah.

Pria Tiongkok itu menjawab dalam Mandarin.

Melalui perekaman dulu di mesin penerjemah itu.

”Hanya dijual di China. Anda harus ada orang di China untuk membantu membelikannya,” begitu jawaban dia.

Kami pun terbahak bersama. Menikmati cara komunikasi yang kami anggap unik.

Baca Juga:Kompetisi Instruktur Safety Riding Honda, Pertarungan Sengit Para Ahli Berkendara234 Jemaah Haji Kloter 33 Asal Kota Banjar Tiba, Satu Jemaah Wafat di Makkah

Biasanya orang asing menggunakan jasa penerjemah untuk membantu komunikasi di negara lain.

Pria Tiongkok ini tidak. Cukup dengan mesin penerjemah saja.

Alasannya masuk akal juga.

Kata dia, kalau menggunakan penerjemah merepotkan. Selain tidak leluasa, juga ada alasan lain.

Yakni, komunikasi akan sangat private. Tidak diketahui orang lain yakni penerjemah.

Sehingga misi yang diemban pun aman. Terjaga kerahasiaannya.

Saat itu saya merasakan sesal luar biasa. Sekitar 10 tahun lalu saya belajar bahasa Mandarin.

Tidak tuntas. Padahal saya sudah memanggil pengajar secara khusus. 

Andai saya tuntas, tentu sangat bermanfaat sekali untuk berbincang lebih leluasa dengan pria Tiongkok itu.

Sesekali saya gunakan bahasa Mandarin untuk komunikasi dengannya.

Sapaan-sapaan pendek saja. Itu juga kerepotan ketika pria Tiongkok itu membalasnya dengan nyerocos. Hahaha.

Tetapi pria Tiongkok itu cukup kaget ketika pertama bertemu saya sapa dalam Mandarin.

Baca Juga:Polbangtan Bogor Hadirkan Solusi Hadapi Darurat Pangan di IndonesiaTegas, Disdik Jabar Menganulir Dua Calon Peserta Didik Baru yang Memanipulasi Nilai Rapor

Pun sahabat-sahabat saya yang saat itu meriung ngobrol sama pria Tiongkok itu.

Sahabat-sahabat saya tidak menyangka saya dapat bercakap dengan bahasa pria Tiongkok.

”Loh, Anda bisa Mandarin juga?” selidik senior.

“Ah sedikit saja kang. Dulu pernah belajar tapi tidak tuntas,” jawab saya sambil terkekeh mengusir sesal.

Menyesal malas belajar. Banyak kosa kata lupa. Jadinya bahasa Mandarin saya masih tetap terbata-bata.

Merekatkan Budaya Sunda dan China 

Senior saya tidak.menguasai bahasa Mandarin. Cerita dia, selama ini komunikasi dengan mesin penerjemah itulah antara dia dan pria Tiongkok.

Dia menjelaskan aktivitas tamunya itu. Keliling Jawa Barat. Bertemu tokoh-tokoh budaya Sunda.

Pria Tiongkok itu melalui mesin penerjemah membenarkan aktivitasnya.

0 Komentar