Menyingkap Misi Merekatkan Budaya Sunda-China, Komunikasi Pakai Mesin Penerjemah demi Menjaga Kerahasiaan

mesin penerjemah
Dadan Alisundana
0 Komentar

Oleh: Dadan Alisundana

SELEPAS Magrib itulah saya bertemu senior yang lebih 10 tahun tidak bersua. Sekian waktu komunikasi sebatas chatting-an melalui aplikasi WhatsApp.

Satu dasawarsa tidak ada perubahan berarti pada tampilannya. Wajahnya tetap terlihat bersih. Membuat tampilannya lebih muda dari usianya.

61 tahun lewat 3 minggu usia senior itu saat saya bersua. Kami pun kemudian terlibat ngobrol apa saja.

Baca Juga:Kompetisi Instruktur Safety Riding Honda, Pertarungan Sengit Para Ahli Berkendara234 Jemaah Haji Kloter 33 Asal Kota Banjar Tiba, Satu Jemaah Wafat di Makkah

Bisnis, sosial, ekonomi, tentu juga tentang kampung halaman. Senior saya pituin urang Tasikmalaya. Lahir dan besar di kota yang dulu dikenal begitu resik (bersih).

”Selalu merindukan ‘lembur’ (kampung). Inginnya bersantai mengenang masa.lalu di kota. Tapi suasana kota tidak nyaman. Jadinya malas, pilih cepat kembali ke Jakarta,” keluhnya tentang Kota Tasikmalaya.

Saya sempat berkabar kepadanya. Saat ada perubahan suasana kota Hazet dan Cihideung dijadikan pedestrian di era Wali Kota Muhammad Yusuf. Meniru Malioboro Yogyakarta.

Senior saya itu senang sekali. ”Bagus itu. Warga ada tempat rekreasi di kotanya sendiri. Ke pusat kota tidak melulu untuk belanja,” cerocosnya melalui chat WhatsApp.

Dia pun kemudian mengirim video kawasan perkotaan di Belanda. ”Kota modern dunia seperti itu. Tidak ada kendaraan masuk. Juga tidak banyak pedagang kaki lima,” tulisnya.

Namun, begitu saya kabari kondisi selanjutnya pedestrian Hazet dan Cihideung, dia kecewa sekali.

Pedagang kaki lima (PKL) kembali dominan di pedestrian Cihideung khususnya. Suasana pun jadi ”sareukseuk” lagi.

Baca Juga:Polbangtan Bogor Hadirkan Solusi Hadapi Darurat Pangan di IndonesiaTegas, Disdik Jabar Menganulir Dua Calon Peserta Didik Baru yang Memanipulasi Nilai Rapor

Senior yang pengusaha ulet dan dikenal dermawan ini ”kukulutus”. Kenapa tidak dapat dipertahankan suasana menyenangkan pedestrian.

Kenapa pemerintah kota tidak dapat tegas menindak atau menertibkannya. Kenapa para PKL itu tidak peduli dengan suasana kota yang nyaman.

Sekian kenapa itu tidak dapat saya jawab di WhatsApp. Harus bertemu. Ngobrol langsung.

Jadilah pertemuan darat terjadi. Sekaligus melepas kangen satu dasawarsa tidak bersua.

Selagi asyik ngobrol senior itu memberitahu. Ada relasinya mau datang. Mantan pejabat di kota berjuluk Paris van Java.

Eh, tak lama ada lagi yang mau datang. Kali ini orang asing. Dari negeri China. Alias Tiongkok.

0 Komentar