Keterwakilan Perempuan di Kota Tasikmalaya Masih Rendah

keterwakilan perempuan
Ketua Puspa Kota Tasikmalaya Heni Hendini bersama Pj wali kota, dalam pelantikan pengurus di aula Bappelitbangda beberapa waktu lalu. foto: IST
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kota Tasikmalaya menempati peringkat ke-8 dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) se-Provinsi Jawa Barat. Kondisi itu menunjukan masih rendahnya keterwakilan perempuan di wilayah publik, terutama di lembaga legislatif dan juga eksekutif.

Ketua Forum Puspa Kota Tasikmalaya, Heni Hendini MPd menyebut kondisi itu menjadi keprihatinan.

Dominasi pekerjaan di ruang publik faktanya masih dikuasai kaum Adam. Sementara keterwakilan figur perempuan masih minim.

Baca Juga:Baliho Ganjar-Mahpud Bakal Kepung 69 Kelurahan di Kota TasikmalayaTitik-Titik Ini Tak Boleh Dipasangi Alat Peraga Kampanye

“Bisa kita lihat keterwakilan perempuan masih sangat minim, berdasarkan data BPS Tasikmalaya menggambarkan jabatan pimpinan tinggi pratama dari 29 formasi jabatan, posisi perempuan hanya ditempati oleh 2 orang selebihnya sebanyak 27 orang ditempati laki-laki,” ungkapnya, Rabu (29/11/2023).

Kontan kondisi tersebut menjadi salahsatu tugas Puspa. Pihaknya bertekad untuk mendorong realisasi Peraturan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) Nomor 13 Tahun 2021, secara masif.

“Dalam peraturan tersebut sudah jelas menekankan bahwa, pentingnya membangun partisipasi publik untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” tuttur Heni.

Dia menegaskan komitmen Puspa untuk bersinergi dengan pemerintahan Kota Tasikmalaya demi menciptakan kota yang ramah bagi perempuan dan anak-anak.

“Ruang partisipatif bagi perempuan harus terbuka. Keterwakilan perempuan di ruang-ruang publik masih minim, bahkan di tingkat kelurahan pun, lembaga seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dijabat oleh perempuan masih relatif sedikit,” tuturnya.

Di sisi lain, pihaknya menyebut ruang partisipasi perempuan di musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) pun juga kurang optimal.

Hal ini, berdampak pada tidak optimalnya penyerapan aspirasi pembangunan yang cenderung kurang memihak pada isu-isu perempuan dan anak.

Sehingga kendala atau persoalan kaitan hal itu masih seperti termarjinalkan.

Baca Juga:Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina di Ciamis Terkumpul Rp 2 MiliarPj Wali Kota Tasikmalaya Sebut Guru di Kota Tasikmalaya Bermental Kuat

“Tidak hanya itu, di momen politik mendatang kita berharap agar jumlah perempuan di lembaga legislatif dapat bertambah. Kita meyakini sinergi antara praktisi Puspa di berbagai bidang, seperti akademisi, pendidik, psikolog, aktivis perempuan dari berbagai organisasi keagamaan, organisasi pemuda, organisasi ekonomi perempuan, politisi perempuan, advokat, dan hipnoterapis dapat memperkuat eksistensi perempuan di ruang publik,” beber dia. (Firgiawan)

0 Komentar