CIHIDEUNG, RADSIK – Pemerintah Kota Tasikmalaya mulai membahas rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) untuk tahun 2024. Pembahasan dihadiri sejumlah elemen masyarakat dan anggota dewan.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Kota Tasikmalaya H Aslim menekankan rencana kerja harus digodok dengan matang. Salah satunya dengan melibatkan paritisipasi masyarakat agar menghasilkan perencanaan yang berkualitas.
“RKPD ini penuh dengan komparasi yang bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Selain itu pertemuan ini juga untuk mengevaluasi pembangunan sebelumnya,” ujar Aslim usai menghadiri kick off meeting perencanaan dan konsultasi publik RKPD untuk tahun 2024 di Hotel Santika, Selasa (10/1/2023).
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Menurutnya rencana pembangunan harus dikonsentrasikan pada peningkatan kesejahteraan, peningkatan ekonomi dan daya saing, serta kemiskinan. Meski peringkat kemiskinan Kota Tasikmalaya sudah begeser, rankingnya dinilai belum signifikan. “Maka ini harus jadi perhatian serius pemerintah daerah,” tuturnya.
Politisi Gerindra itu juga sempat mengulas persoalan sampah yang masih hangat dan kerap dijumpai di Kota Resik. Penanganan sampah merupakan salah satu pelayanan wajib pemerintah kepada masyarakat. “Kedua hal ini harus diaplikasikan solusinya agar angka kemiskinan terus menurun, pelayanan sampah juga prima dan maksimal,” harap Aslim.
Sementara, Sekda Kota Tasikmalaya H Ivan Dicksan menjelaskan kick off meeting pembahasan RKPD itu merupakan dasar bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menyusun program kerja. “Makanya ini adalah kick off dan konsultasi publik rancangan awal RKPD 2024.
Jadi ada beberapa prioritasnya. Yaitu kaitan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, penataan infrastruktur, reformasi birokrasi dan lain sebagainya,” jelasnya.
“Nah prioritas itu diterjemahkan dalam RKPD melalui mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang sekarang kita mulai dan diharapkan bisa dirumuskan kesepakatan yang menghadirkan program 2024,” sambungnya.
Sementara itu Penjabat (Pj) Wali Kota Tasikmalaya, Cheka Virgowansyah yang mengikuti rapat secara daring menegaskan bahwa permasalahan pembangunan Kota Tasikmalaya untuk tahun 2024 masih cukup berat. Khususnya program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.Seperti masalah kemiskinan, stunting, sanitasi dan persampahan, infrastruktur dasar perkotaan, inflasi, daya beli dan permasalahan lainnya.
“Guna mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kerja keras, kerja cerdas dan kolaborasi dari Pemkot Tasikmalaya dan seluruh elemen masyarakat Kota Tasikmalaya,” tandasnya.
Sayangkan Meeting Sebatas Seremonial
Sementara itu, pemerhati kebijakan anggaran pemerintah Nandang Suherman menilai acara meeting tersebut cenderung bersifat seremoni. Padahal, ruang diskusi seharusnya merangkul ide dan gagasan sebagai masukan untuk perancangan RKPD. Bukan sekadar menuntaskan kewajiban.
Nandang mengaku sempat berekspektasi, di era kepemimpinan Pj wali kota Cheka Virgowansyah bisa terjadi perubahan budaya kerja yang signifikan. Sehingga acara, maupun kegiatan pemerintahan tidak sebatas seremoni saja. “Ekspektasi saya sudah tinggi, (tapi) saat hadir tadi (kemarin, Red) cenderung seremoni. Sayang sekali anggaran hanya untuk begitu-begitu saja,” katanya.
Kepala Departemen Tata Kelola Urusan Publik (Takeup) Perkumpulan Inisiatif Bandung itu menilai meeting pembahasan RKPD itu kurang substansial. Pembahasan hanya dilakukan secara makro, sehingga terdengar sangat indah.
“Bagi saya belum ada sesuatu yang baru. Lebih kepada menggugurkan kewajiban pemkot. Bahan paparan hanya pencapaian secara makro saja yang notabene itu obrolan langit ke-7 yang semuanya sangat indah. Sementara ekpsektasi kami harusnya bisa merancang dan menguliti lebih detail terkait apa saja yang dibutuhkan publik untuk diprogramkan pemerintah di tahun mendatang,” beber Nandang.
Menurutnya penyelenggara meeting lebih terpaku pada proses penyusunan perancangan pembangunan. Bukan membedah rencana pembangunan yang menyentuh dan dibutuhkan publik.
“Pada ujungnya bagaimana upaya Pemkot melakukan pemenuhan tanggungjawab terhadap hak-hak warganya yang mengacu terhadap standar pelayanan minimal (SPM), yakni pendidikan, kesehatan, sarpras dan lain sebagainya. Namun faktanya seremoni dan normatif saja,” kata dia. (rez/igi)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!