Kaya Aset

Kaya Aset
Dahlan ISkan
0 Komentar

Tentu Muhammadiyah juga melarang ziarah kubur, membaca kunut dalam salat Subuh, melakukan tahlilan, dan banyak lagi yang dianggap bid’ah (tidak diajarkan Nabi). Sedang di NU ada pendapat tidak semua bid’ah itu dlalalah. Ada bid’ah yang hasanah. Ada bid’ah baik.

Kini perbedaan seperti itu tidak ada lagi. Kalaupun ada, tidak jadi persoalan. Yang NU sudah banyak yang salat pakai celana panjang. Yang Muhammadiyah sudah pakai sarung.

Kini NU juga sudah sadar akan banyaknya aset organisasi yang masih atas nama perorangan.

Baca Juga:Mencari Peluang di Parpol BaruPeran Desa Sangat Penting

Di Muhammadiyah dulunya juga ada. Tapi, sekarang sudah tertib. Di NU gerakan menertibkan aset organisasi seperti itu masih jadi persoalan besar. Yang dihadapi adalah kiai-kiai di akar rumput.

Ketua umum PBNU periode lalu, KH Said Aqil Siroj, sudah mulai melangkah. Sudah cukup jauh. Bahkan, sejak periode Said Aqil itu, semua perguruan tinggi yang dibangun NU sudah harus langsung atas nama organisasi. Sekarang sudah ada 27 universitas resmi NU. Yang sedang dibangun masih banyak. Termasuk yang sangat besar di Yogyakarta. Yang dibantu sepenuhnya oleh Presiden Jokowi. Setidaknya, kalau semua itu sudah selesai, NU punya 53 universitas.

Di Kristen sebenarnya juga sama saja. Begitu banyak aset yang masih atas nama pendeta atau keluarga mereka. Saya kenal seorang aktivis gereja yang belakangan ini pekerjaannya keliling Indonesia: mengurus aset gereja yang masih di tangan perorangan. Di Kristen, sama: sulitnya juga bukan main. Makan hati. Makan perasaan. Belum tentu juga berhasil.

Di Katolik tidak ada masalah seperti itu.

Dalam hal aset, Muhammadiyah terlihat jauh lebih besar. Padahal, kalau semua lembaga pendidikan milik orang NU jadi aset NU, pastilah NU jauh lebih besar. Di Harlah Ke-100 NU ini kesadaran yang lebih baru seharusnya muncul: bagaimana menginjeksikan virus ”menjadi kaya itu juga mulia” tanpa kebal terhadap ”zuhud itu lebih dekat ke Pencipta”. Lihatlah: siapa ketua panitianya. (*)

 NB: Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/.

0 Komentar