Kawal RKUHP dengan Parlemen Jalanan

Kawal RKUHP dengan Parlemen Jalanan
TUTUP JALAN. Sebagian akses kendaraan di simpang tiga Jati Jalan Ir H Juanda dijadikan area orasi oleh mahasiswa. Foto: Firgiawan/Radar Tasikmalaya
0 Komentar

INDIHIANG, RADSIK – Sejumlah mahasiswa kembali menggelar aksi di jalan. Menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Di mana, mereka menilai pasal yang termaktub dalam rancangannya banyak merugikan publik.

Mereka yang merupakan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Politeknik Triguna Tasikmalaya melakukan unjuk rasa di pertigaan Jalan RE Martadinata ke arah Gedung DPRD.

“Kita terus mengawal RKUHP yang sedang digodok dan digoreng oleh pemerintah pusat serta DPR RI,” ujar Kordinator aksi Adi Haryanto disela berorasi, Kamis (4/8/2022).

Baca Juga:Rentan Pungli pada Program PTSLRS Malangbong Masih Terkendala SDM

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Menurutnya, pernyataan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo 2 Agustus lalu bahwa pemerintah tidak akan mengesahkan aturan itu sebelum 17 Agustus 2022 tidak bisa menjamin regulasi tidak akan disahkan. Sebab, selama ini pemerintah kerap kucing-kucingan dalam menerbitkan suatu kebijakan, yang terkadang membuat publik terlena. “Karena yang sudah-sudah juga seperti ominbuslaw tahu-tahu sudah disahkan,” terangnya.

Berangkat dari hal tersebut, mereka akan terus menyuarakan penolakan ke jalan. Melakukan parlemen jalanan mengawal persoalan sampai tuntas dan tidak ‘ditikam’ pengesahan yang dilangsungkan secara diam-diam para pengambil kebijakan. “Supaya tidak terjadi tindak-tindak kecurangan oleh para stakeholder,” tegas dia.

Dia menambahkan, PMII selalu memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil. Karena ingin masyarakat sama di hadapan hukum. “Karena dalam RKUHP itu pemerintah atau pemangku kebijakan bertindak lebih dalam lagi. Kami tak ingin negara masuk ke ranah privasi seseorang,” lanjut aktivis tersebut.

Salah satu poin pada RKUHP yang dianggap paling krusial yakni diharuskannya wajib melapor terlebih dahulu untuk melakukan aksi turun ke jalan. Mengungkapkan pendapat di muka umum, padahal merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi secara konstitusi. “Padahal sebelumnya sudah dijamin oleh konstitusi bahwa kebebasan berpendapat di muka umum. Maka tadinya laporan itu disunahkan, di RKUHP jadi diwajibkan melapor,” keluhnya. (igi)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!

0 Komentar