HZ-Cihideung Tak Boleh Kumuh Lagi

Sejuumlah pengunjung berada di kawasan pedestrian cihideung
LELUASA. Warga beraktivitas di kawasan pedestrian Jalan HZ Mustofa, Senin (7/11/2022). Booth PKL sempat ditempatkan di area tersebut dan menuai kontroversi. RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALAYA
0 Komentar

RENCANA pemasangan sejumlah booth atau kios pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang semipedestrian Jalan HZ Mustofa mengundang kekhawatiran masyarakat. Warga tak ingin pusat bisnis di Kota Tasikmalaya itu kumuh lagi.

Miftah Rizki (31), pengunjung asal Mangkubumi mengaku bangga dengan suasana Jalan HZ Mustofa dan Cihideung sekarang. Karena lokasi tersebut kini benar-benar memiliki daya tarik sebagai ikon Kota Tasikmalaya. ”Bisa jadi alternatif tempat bertemu teman juga,” katanya.

Maka dari itu, dia menilai tidak perlu ada kios-kios pedagang di kawasan itu. Bukan hanya di Jalan HZ Mustofa, tetapi juga Jalan Cihideung. ”Lebih baik seperti ini saja,” tuturnya.

Baca Juga:Intrik Ada dan Tiada Booth PKLMenghitung Hari

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Menurut dia, booth atau lapak pedagang akan memancing suasana yang kembali semrawut. Karena jumlah orang yang datang ke kawasan pedestrian lebih banyak dari sebelumnya. ”Khawatirnya kayak dulu lagi kan, jadi kumuh,” ujarnya.

Terlalu Memaksakan

Anggota Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya M Rizal Ar Sutadiredja menilai pendirian booth untuk mengakomodir pedagang kaki lima (PKL) di semipedestrian Jalan HZ Mustofa dinilai terburu-buru. Bahkan konsepnya terlalu memaksakan sehingga menuai polemik.

Menurut Rizal, internal pemkot sendiri belum kompak dalam mengonsep PKL di semipedestrian. ”Harusnya matangkan dulu konsepnya, jangan terburu-buru,” tuturnya kepada Radar.

Pihaknya sangat memahami dilema yang dihadapi oleh Pemkot Tasikmalaya. Di satu sisi hasil penataan harus dijaga dan di sisi lain ekonomi harus dikatrol dengan pemberdayaan pedagang. ”Namun konsep dan pelaksanannya harus pas,” ucapnya.

Dari penggunaan booth saja, dia melihat pemerintah tidak ada sosialisasi secara transparan. Dengan demikian, membuat kekagetan ketika sejumlah booth itu ditempatkan di kawasan pedestrian. ”Kalau pun mau ya dibicarakan dulu sampai dengan bentuk booth-nya, supaya bisa diterima masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, pemberdayaan PKL pun bukan berarti harus menyiapkan booth di kawasan semipedestrian. Menurut dia, masih ada alternatif lain yang bisa lebih solutif. ”Kami dari Komisi II sudah berencana untuk memanggil tim penataan supaya tidak ada masalah, eh malah keburu muncul masalahnya,” ucapnya.

0 Komentar