Disnaker Menyoroti Permasalahan Hubungan Kerja di Pabrik

BANJAR, RADSIK – Polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) 23 karyawan PT Albasi Priangan Lestari (APL) Kota Banjar belum menemui titik terang. Para buruh yang terkena PHK terus menuntut hak pesangon kepada pihak perusahaan.

Kepala Hubungan Industrial dan Jamsos Dinas Tenaga kerja Kota Banjar Dewi Fartika baru-baru ini menyebut, besaran yang harus dibayarkan perusahaan untuk 23 orang yang terkena PHK berbeda-beda. Tergantung lama waktu karyawan tersebut bekerja pada perusahaan.

“Jika ada yang kerjanya lebih dari sembilan tahun, maka untuk uang pesangon bisa diberikan sembilan kali gaji. Serta uang penghargaannya minimal tiga tahun. Itu kalau anggaran dari pihak perusahaan ada. Kalau belum ada, bisa dimusyawarahkan lagi antara perusahaan dengan pekerja. Laporan yang kami terima, sejauh ini ada 23 orang yang diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan. Mereka rata-rata masa kerja lebih dari 5 tahun,” terang Dewi.

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Menurut dia, penghitungan tersebut merujuk pada ketentuan PP 35 dan PP 36 Tahun 2021, serta Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Serta Perpu nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. “Mengenai besaran uang pesangon dan uang penghargaan yang akan menjadi hak karyawan korban PHK untuk penghitungan tersebut menggunakan ketentuan peraturan yang berlaku,” katanya.

Menurutnya, pihak perusahaan sudah memiliki pertimbangan yang berkaitan dengan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Ia juga telah mendapat laporan dari perusahaan bahwa PHK dilakukan lantaran kondisi perusahaan tengah mengalami masa sulit. Selama dua tahun berturut-turut telah mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.

“Menurut mereka (perusahaan, Red) telah mengalami kerugian selama dua tahun berturut-turut sekitar beberapa miliar. Jadi, mereka sudah tidak sanggup lagi untuk membayar gaji sebanyak 297 orang yang berstatus pegawai tetap,” katanya.

Sebelumnya, puluhan karyawan PT Albasi Priangan Lestari Kota Banjar menggelar aksi unjuk rasa menuntut uang pesangon. Unjuk rasa di halaman kantor manajemen PT APL Kota Banjar ini buntut dari pumutusan hubungan kerja.

Ketua PUK SPSI PT APL Ahmad Jaelani meminta penjelasan terkait nasib 23 karyawan yang terkena PHK oleh pihak perusahaan. “Keputusan pemutusan hubungan kerja tersebut sangat merugikan karyawan. Pasalnya, PHK tersebut dilakukan secara sepihak. Selain itu juga tidak sesuai dengan keputusan awal, yaitu hanya meliburkan karyawannya saja,” kata Ahmad Jaelani.

Perusahaan meliburkan karyawan dengan dalih sedang sepi order, namun kemudian dari 56 karyawan yang diliburkan berlanjut dengan PHK 23 karyawan. “Kami hanya menjembatani karyawan APL yang terkena PHK secara sepihak. Karena keputusan pemutusan hubungan kerja itu tidak sesuai keputusan sebelumnya yang hanya meliburkan karyawan,” ungkap Jaelani.

Jaelani menyebutkan, hasil komunikasi sebelumnya tidak ada indikasi dari pihak perusahaan akan melakukan PHK. “Ke pihak serikat tidak ada konfirmasi, dari awal juga tidak ada konfirmasi. Itu kan perbuatan tidak menyenangkan. Ketika karyawan sedang libur, mau masuk kerja tiba-tiba di PHK,” ujarnya.

Diungkap Jaelani, perusahaan beralasan PHK dilakukan karena tengah mengalami penurunan omset. Ditambah kesulitan bahan baku untuk proses produksi. Ia menilai alasan tersebut tidak masuk akal lantaran pihak perusahaan saat ini malah melakukan rekrutmen karyawan borongan ataupun tenaga kerja baru.

“Alasannya itu katanya kondisi pasar sepi, tidak ada uang. Tapi saya lihat pihak perusahaan melakukan rekrutmen karyawan baru. Sedangkan karyawan yang ada, malah di-PHK, kenapa tidak mempekerjakan karyawan lama saja?” kata dia.

Para karyawan menuntut PT APL Kota Banjar memberikan uang pesangon sebesar Rp 30 juta kepada setiap karyawan yang terkena PHK. Apabila tidak ada kesepakatan bersama, pihaknya akan terus melakukan aksi sampai tuntutan tersebut terpenuhi.

Sementara itu, Direktur Umum PT APL Kota Banjar Wahyu Widayat mengatakan perusahaan melakukan hal tersebut karena omset sedang turun karena permintaan ekspor dari luar negeri sepi. Ditambah harga ekspor saat inj jauh di bawah pasar dan otomatis merugikan perusahaan  “Walaupun demikian, kita akan carikan solusinya seperti apa,” katanya.

Kebijakan PHK, lanjut Wahyu, dilematis, dimana sebagai pimpinan perusahaan pihaknya harus melakukan PHK, namun disisi lain pihaknya juga harus mencari solusi untuk kebaikan bersama. “Pola penghitungan disandarkan pada peraturan yang berlaku dan tidak mengabaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan. Terlebih di antara karyawan yang di-PHK juga banyak yang sudah masuk usia tidak produktif,” katanya. (cep)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!