Demam Lato-lato Jangan Kebablasan

CIHIDEUNG, RADSIK – Lato-lato atau nok-nok saat ini menjadi salah satu permainan yang tren di masyarakat. Namun, namanya permainan, ada sisi positif dan negatif yang perlu diperhatikan.

Hampir di setiap tempat, khususnya ruang publik, saat ini masyarakat akan lebih sering mendengar suara benturan dua bola plastik dari permainan itu. Bukan hanya anak-anak, remaja dan dewasa pun tidak sedikit yang ikut asyik memainkannya.

Lato-lato bukan mainan jenis baru, karena tahun 90’an pun pernah ngetren di masyarakat. Meskipun permainan ini bukan salah satu dari mainan tradisional nusantara.

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Terlepas dari asal-usulnya, permainan sederhana ini memiliki kontroversi. Hal itu berkaitan dengan sisi positif dan negatif yang bisa ditimbulkan.

Diolah dari berbagai sumber, lato-lato ini merupakan permainan yang berasal dari wilayah Amerika. Permainan ini juga dikenal dengan beberapa nama seperti clacker, knock-tok, nok-nok dan nama-nama lainnya.

Dulunya bola dari permainan ini terbuat dari kaca dan akrilik, sehingga rentan pecah dan membahayakan. Lato-lato pun sempat jadi permainan terlarang sampai akhirnya diubah menggunakan material plastik.

Salah seorang pedagang mainan di Cihideung Aip Saripudin mengatakan, akhir-akhir ini lato-lato memang sangat tren. Apalagi di masa liburan sekolah di mana dia bisa menjual mainan dengan harga pasaran Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu itu sampai ratusan. “Kemarin-kemarin lebih dari 100 dalam sehari, kalau sekarang paling 20 sampai 30,” ungkapnya.

Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat mengatakan, lato-lato tidak menjadi bagian dari mainan tradisional nusantara. Hanya saja pernah tren di era 90’an dan kini muncul kembali. “Entah bagaimana awalnya tiba-tiba muncul di tahun politik ini,” ucapnya satir.

Menurutnya, kali ini lato-lato lebih tren dari sebelumnya. Di mana saat ini bukan hanya anak-anak, namun orang dewasa pun banyak yang memainkannya. “Sekelas pejabat bahkan presiden pun mencoba permainan ini,” ucapnya.

Setiap permainan, khususnya yang konvensional memberikan manfaat, khususnya bagi anak. Salah satunya melatih konsentrasi dan keseimbangan. “Tentu positifnya ada untuk anak, belum lagi menggairahkan ekonomi,” terangnya.

Namun tentunya hal yang berlebihan tetaplah bukan hal yang baik. Sehingga ketika orang atau anak sudah terlalu kecanduan, maka harus bisa lebih dibatasi. “Tapi saya yakin ke depannya akan meredup lagi, setidaknya tidak semarak ini,” katanya.

Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya Eki S Baehaqi menilai demam lato-lato sebuah hal yang lumrah. Di mana ada tren permainan di kalangan anak-anak. “Apalagi adanya permainan ini bisa mengalihkan perhatian anak dari gadget,” ucapnya.

Namun di sisi lain, para orang tua tetap harus mengawasi ketika anaknya memainkan permainan itu. Hal ini untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang bisa terjadi. “Supaya tidak ketergantungan dan tidak kalah penting mengantisipasi cedera,” ucapnya.

Lanjut Eki, secara fisik saja permainan ini menggunakan dua bola plastik yang sifatnya keras. Sehingga ketika membentur tubuh efeknya tidak bisa disepelekan. “Orang dewasa saja bisa kesakitan, kebayang kalau kena anak,” ucapnya.

Maka dari itu pihaknya menilai tren lato-lato ini bukan sebuah masalah. Asalkan para orang tua bisa lebih bijak ketika permainan itu digunakan oleh anak-anaknya. “Biasanya kan permainan itu ada batasan usia minimalnya, meskipun saya juga belum memastikan untuk lato-lato ini,” imbuhnya. (rga)

[/membersonly]

Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!