Candaan Tidak Wajar, Pose Siswa Menginjak Kepala Jadi Persoalan Serius

Candaan Tidak Wajar, Pose Siswa Menginjak Kepala Jadi Persoalan Serius
Ato Rinanto
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Candaan siswa menginjak kepala oleh salah satu SMP di Kota Tasikmalaya dianggap tidak wajar. Persoalan ini perlu disikapi secara serius supaya tidak sampai jadi fenomena yang dianggap biasa.

Ketua Forum KPAID Jawa Barat Ato Rinanto menilai bawha candaan siswa menginjak kepala merupakan persoalan serius. Sangat disesalkan, hal itu seolah luput dari pengawasan pihak sekolah. “Sekolah perlu diberikan sanksi oleh Dinas Pendidikan,” ungkapnya kepada Radartasik.id, Minggu (1/10/2023).

Pihaknya juga melihat candaan tersebut tidak wajar karena bagaimana pun hal itu bukan hal yang lucu. Sehingga dia ragu jika itu murni sebuah candaan sesama siswa. “Kita belum bisa mengetahui apakah ini betul-betul candaan atau tidak,” katanya.

Baca Juga:Usul Pemisahan Penonton Konser Musik Diprotes Warganet2 Honda Tabrakan, Pengendara Motor Sonic Hilang Nyawa

Setiap perilaku baik positif maupun negatif tentunya didasari oleh ide. Perlu juga dicari tahu dari mana anak-anak tersebut memiliki ide membuat pose yang tidak wajar itu. “Candaan seperti itu terinspirasi dari mana, mesti dilakukan pendalaman terlebih dahulu,” terangnya.

Menurutnya, anak-anak tersebut terinspirasi dari dunia internet baik itu game, video atau konten-konten lainnya. Pasalnya saat ini anak-anak termasuk pelajar lebih banyak berinteraksi dengan gawai. “Anak-anak kita lebih banyak berinteraksi dengan gadget ketimbang orang tua dan guru,” tuturnya.

Ke depannya, menurut Ato, sekolah-sekolah perlu menerapkan kurikulum berbasis kearifan lokal. Hal ini untuk mengimbangi percepatan informasi di dunia internet yang tidak terkendali. “Kalau tidak diimbangi kurikulum yang berbasis budi pekerti, khawatirnya anak-anak kita semakin tidak terkendali,” ucapnya.

Apalagi dunia internet saat ini seakan menjadi acuan bagi anak-anak muda. Di mana mereka punya impian atau cita-cita menjadi seorang content creator dengan membuat konten-konten di media sosial. “Pada akhirnya mereka melakukan segala cara demi konten, bahkan dengan konten yang bertabrakan dengan budaya kearifan lokal,” katanya.

Jika hal ini dianggap hal sepele dan angin lalu, pihaknya khawatir ke depannya hal serupa terus berulang. Celakanya, kalangan pelajar menganggap perilaku itu merupakan sebuah hal biasa. “Kalau sudah dianggap hal biasa, ini berbahaya,” imbuhnya.(*)

0 Komentar