PANGANDARAN – Salah seorang warga Nandang Suhendar (Ujang Bendo) melaporkan Bupati Pangandaran H Jeje Wiradinata ke pihak kepolisian, karena dituding memukul yang bersangkutan. “Iya (ada pelaporan) malam tadi (kemarin malam, Red). Sekitar pukul 23.30 malam, baru menerima informasi dari anggota,” ungkap Kasatreskrim Polres Pangandaran AKP Luhut Sitorus, membenarkan adanya laporan pemukulan, Minggu (1/1/2023).
Terkait laporan tersebut, Luhut mengaku akan melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Dia belum mengetahui pasti duduk perkara sebenarnya. “Ya nanti saya lidik dulu,” tuturnya.
Sementara, dari Informasi yang diterima Radar, kejadian itu bermula saat Jeje melakukan sidak ke tempat hiburan malam di Pamugaran, karena diduga memraktekan kemaksiatan.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Saat dikonfirmasi Bupati Pangandaran H Jeje Wiradinata membenarkan bahwa dirinya melakukan sidak ke tempat hiburan malam saat pergantian malam tahun baru. “Ternyata di situ ada (tempat hiburan) yang buka, ada yang sedang nyanyi, di situ juga ada minuman, main keyboard, saya suruh berhenti karena sedang disegel,” paparnya kepada Wartawan kemarin.
Jeje pun meminta satpol PP mengambil keyboard dan kendang yang ada di kafe tersebut. Sidak kemudian bergeser ke kafe di sebelahnya dan ternyata segel yang ditempel oleh Satpol PP sudah disobek. “Sisa robekannya ada disitu,” terang dia.
Jeje kemudian menanyakan perihal pencabutan segel tersebut. Saat itu ada yang memberitahunya bahwa segel itu dirobek oleh Nandang Suhendar. “Terus dicari sama saya, ada. Saya marah, kan dan menanyakan kepada Ujang (Ujang Bendo, Red) dengan nada tinggi. Menanyakan perihal segel yang dibuka,” jelasnya.
Saat itu, lanjutnya, Nandang menjelaskan bahwa alasan dibukanya segel itu karena sudah ada putusan pengadilan. “Lalu saat saya tanyakan keputusan yang mana, dia suruh tanyakan Satpol PP,” katanya.
Jeje kemudian menegaskan bahwa pembukaan segel itu bukan kewenangan Nandang, tapi kewenangan Pemkab Pangandaran. “Saya tahu dia (Nandang alias Ujang Bendo) pembeking,” ucapnya.
Namun, menurut Jeje, Nandang tidak menggubris penjelasannya. Saat itu dia mengaku “mengusap” muka Nandang. “Nggak dipukul tapi diusap (wajahnya). Saya bilang, kamu tidak sadar-sadar, gak ngerti,” jelas Jeje.
Saat itu juga, orang nomor satu di Pangandaran ini mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa, karena segel itu dianggap kehormatan bagi Pemkab Pangandaran, aparat keamanan dan umat Islam. “Tiba-tiba dicabut disobek, itu sudah kelewatan batas,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Jeje menagaskan bahwa penutupan kafe yang diduga mempraktekan maksiat, merupakan sebuah prisnsip. “Pemimpin mana yang tidak tersinggung (kafe yang sudah disegel, dibuka oleh orang lain, Red). Kalau tidak tersinggung, patut dipertanyakan kepemimpinan,” Ujarnya.
Saat dikonfirmasi Nandang Suhendar atau Ujang Bendo membenarkan telah melaporkan kejadian di malam tahun baru itu ke Polres Pangandaran. “Iya bupati memukul 1 kali dan Ade Entik dari Jaga Lembur 1 kali,” bebernya.
Ujang menegaskan akan terus melanjutkan pelaporan kasus itu hingga ke pengadilan. Dia menegaskan pemukulan itu memang benar-benar terjadi. Tidak seperti yang diungkapkan Jeje. “Saya tidak akan menyalahkan hal yang benar. Kita berbicara fakta. Nanti di pengadilan saja, saksi yang menguatkan,” ungkap dia.
Ujang juga mengakui bahwa dirinya memang menyobek segel tersebut. Namun hal itu dengan alasan yang jelas. Diantaranya soal adanya putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Ciamis, yang di dalamnya terdapat beberapa kesimpulan. Diantaranya kafe boleh buka kembali dengan syarat menempuh keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup (K3L), perizinan dan jangan sampai terjadi praktek asusila. Dia pun pernah beberapa kali melakukan audiensi ke DPRD, meminta solusi atas ditutupnya 33 kafe yang diduga mempraktekan maksiat. “Tetapi tidak solusi,” jelasnya.
Agar tempat hiburan malam atau kafe bisa berjalan lagi, Ujang Bendo mengaku telah bersinergi dengan Satpol PP untuk melaporkan dua kafe untuk tipiring. “Lalu sekarang sudah ada putusan dari pengadilan bahwa kafe itu boleh berjalan lagi asal menempuh berbagai persyaratan, yakni menempuh perizinan, jangan ada asusila dan lain-lain,” jelasnya.
Ujang pun menantang Pemkab Pangandaran untuk melaporkan dirinya, jika memang penyobekan segel itu dianggap melanggar hukum. “Ya laporkan saja,” ucapnya. (den)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!