BPIP Tanggapi Hasil Ijtima MUI Ke-8 soal Pengucapan Salam Lintas Agama dan Ucapan Selamat Hari Raya Keagamaan

Hasil Ijtima MUI ke-8
BPIP melaksanakan Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara, Jakarta, pada Selasa, 11 Juni 2024, bersama Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, dan Kantor Staf Presiden.
0 Komentar

Hasil ijtima harus dibentuk dengan perspektif luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan kesepakatan internasional seperti The Amman Message (2004), Marrakesh Declaration (2016), Abu Dhabi Declaration (2019), dan kesimpulan seminar internasional Universitas Al-Azhar (2020), serta diuji secara publik.

Pancasila, sebagai konsensus tertinggi yang telah diuji secara substantif, tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun merepresentasi substansi dari ajaran agama. 

Dalam negara Pancasila, ajaran Islam yang bersifat ”Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas diri dalam ber-“Mu’amalah”, baik sosial maupun kenegaraan. 

Baca Juga:Komisi II DPR RI Apresiasi dan Dorong Penguatan Kelembagaan BPIP dalam Rapat Kerja dan RDPTemuan BPK, Penggunaan Kas Kab Pangandaran Rp 227 Miliar Tak Sesuai, Belanja JIJ Rp 5,4 M Kekurangan Volume

Agama menginspirasi batin dalam meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan yang tinggi, sehingga semakin seseorang beragama, semakin mereka menghargai nilai-nilai Pancasila.

2. Sosiologis

Secara sosiologis, hasil ijtima yang melarang ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam keberadaan Pancasila dan keutuhan kehidupan berbangsa yang telah menjadi bagian dari kearifan lokal.

Tradisi ini telah diwariskan oleh nenek moyang kita selama ratusan tahun. 

Keutuhan bangsa ini tidak boleh dikurangi oleh kelompok keagamaan tertentu yang dapat menyebabkan polarisasi, ketidakharmonisan, dan disintegrasi.

3. Yuridis Islam

Secara yuridis Islam, hasil ijtima hanya mengikat secara internum umat muslim dalam forum keagamaan muslim, sehingga tidak boleh dipaksakan ke dalam forum publik secara eksternum karena akan mereduksi nilai-nilai persatuan dan penghargaan terhadap kemajemukan berbangsa.

4. Konstitutif

Secara konstitutif, Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi harus memastikan bahwa semua kebijakan tunduk dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila.

Pancasila menjadi pedoman dalam penyusunan produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.

Baca Juga:Perayaan Anniversary ke-11 Verza Rider Community Indonesia Region Bogor Menguatkan Tali PersaudaraanHonda Community Auto Contest 2024, Wadahi Kreativitas Modifikator dan Komunitas Honda di Jawa Barat

5. Peran Negara dan Masyarakat

Kehadiran negara dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan Pancasila tetap eksis di ruang publik, guna mewujudkan kesetaraan bagi seluruh warga negara.

Setiap warga negara Indonesia wajib melaksanakan konsensus Pancasila dengan menghormati perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. (rls)

0 Komentar