Berpacu Waktu

Berpacu Waktu
Dahlan ISkan
0 Komentar

BANYAK daerah segera punya rumah sakit vertikal. Yang di Surabaya mulai dibangun kemarin. Mengapa Surabaya belum punya RS vertikal? Apakah RS yang ada selama ini horizontal?

Predikat vertikal yang dimaksud ternyata untuk menandakan itu ”milik pemerintah pusat”. Disebut vertikal bukan karena bangunannya tingginya sekali. Tapi untuk menegaskan bahwa itu bukan RSUD Provinsi dan RSUD Kabupaten.

Di Jakarta ada 8 rumah sakit vertical—ini istilah baru bagi saya. Besar-besar. Tapi kota besar seperti Surabaya tidak ada satu pun RS vertikal. Padahal Yogyakarta, Bandung, Medan, dan Makassar punya. Masing-masing satu.

Baca Juga:Bukan Hanya Menolong, Donor Darah Sehatkan MasyarakatJaring Calon Wirausaha Baru di Cineam

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

RSUD dr Soetomo yang besar itu ternyata milik Pemprov Jatim. Maka ketika terjadi wabah Covid-19, pemerintah pusat tidak punya tangan langsung di Jatim.

Pun ketika wali kota Surabaya, ketika itu Tri Rismaharini, mengalami kesulitan melayani korban Covid. Dia tidak bisa mengandalkan fasilitas pusat. Anda pun ingat drama di tengah Covid itu: Risma ndelosor tengkurap di lantai sambil menangis seru: bermohon-mohon kepada direktur RSUD dr Soetomo untuk membantu dirinyi mengatasi Covid di wilayahnyi.

Risma pun mendesak pusat untuk membangun rumah sakit di Surabaya. Risma memberikan info ke pusat: ada tanah 5 hektare di pusat kota Surabaya. Nganggur. Bisa dimanfaatkan untuk itu.

Saya tahu lokasi yang dimaksud. Di Jalan Indrapura. Siapa pun yang ke Tanjung Perak lewat jalan itu. Di awal-awal saya masuk Surabaya, lokasi itu dikenal sebagai rumah sakit kulit dan kelamin.

Rupanya tidak banyak lagi yang sakit kulit. Di masa lalu sakit kulit adalah penyakit rakyat. Saya pun tidak henti-hentinya sakit kulit. Di masa kanak-kanak sampai remaja. Saya sebutkan itu bukan untuk riya’.

Pun sakit kelamin. Sudah jarang terdengar. Sipilis sudah bisa diatasi dengan mudah. Bahkan sudah bisa dicegah. Rupanya penyakit kelamin sudah berubah dari sakit fisik ke sakit nonfisik.

Baca Juga:Siswa Belajar Jadi EO ProfesionalKiki, Penderita Penyakit Komplikasi Butuh Bantuan 

Bangunan-bangunan RS kulit dan kelamin itu masih ada. Peninggalan Belanda. Tapi tidak difungsikan lagi. Jadi cagar budaya. Ketika Covid lagi puncak-puncaknya, halaman lokasi ini dimanfaatkan untuk RS tenda darurat.

0 Komentar