Belum Terpikir Bayar Denda

Belum Terpikir Bayar Denda
LAPORAN. Orang tua santri asal Rajapolah melaporkan terkait anaknya yang dikenakan sanksi denda sebesar Rp 37 juta oleh salah satu ponpes di Kabupaten Bandung ke KPAID Kabupaten Tasik, Kamis (3/11/20220). Foto: Istimewa
0 Komentar

SINGAPARNA, RADSIK – Santri berinisial IWK (12) bersama orang tuanya mendatangi KPAID Kabupaten Tasikmalaya untuk melaporkan dan meminta bantuan terkait denda yang diterima dari pondok pesantren tempatnya menimba ilmu. Pasalnya, denda yang harus dibayar cukup besar mencapai Rp 37,2 juta.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan, saat ini santri laki-laki bersama orang tuanya datang langsung dan melaporkan terkait apa yang dialami anaknya, terkait denda dari pesantren. “Awalnya kemarin melaporkan ke KPAID secara telepon, kemudian hari ini sekitar pukul 14.30 datang langsung ke kantor KPAID untuk menjelaskan kronologis yang sebenarnya,” ujarnya kepada Radar, Kamis (3/11/2022).

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Baca Juga:KH Asep Serap Aspirasi Masyarakat CiamisPelaku Buang Bayi Ditangkap

Lanjut Ato, orang tua santri meminta bantuan untuk dikomunikasikan dengan pihak pesantren agar diringankan, karena ada surat yang ditujukan kepada orang tua santri yang terdapat sanksi administratif denda sebesar Rp 37.250.000. “Selanjutnya orang tua meminta anaknya yang harusnya kelas 6 SD untuk dimasukan sekolah untuk menyelamatkan pendidikannya,” ujar dia, menjelaskan.

Kata Ato, menurut keterangan orang tuanya, bahwa anaknya selama menjadi santri di pesantren wilayah Kabupaten Bandung sudah tiga kali kabur. “Kabur yang pertama dan kedua kembali lagi ke pesantren. Namun, yang terakhir orang tuanya tidak mengantarkan ke pesantren dan diajak ke rumah, karena takut kabur lagi. Santri ini mengaku tidak betah di pesantren sehingga berusaha kabur beberapa kali,” ucap dia, menjelaskan.

Langkah awal, kata Ato, pihaknya akan mengedepankan dulu anak atau santri tersebut segera mendapatkan sekolah untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah itu, KPAID juga akan mencoba komunikasi dengan pihak pesantren dan mencari akurasi atau kebenaran dari surat ini. “Komunikasi dalam persoalan ini sangat penting, agar semua tidak membebankan kepada salah satu pihak. Secara prinsip anak ini harus tetap mendapatkan haknya di dalam pendidikan dan KPAID akan mengawal itu,” kata dia.

Orang tua santri berinisial R menceritakan, sebelumnya anaknya sekolah di salah satu SD didekat rumah. Kemudian, ada tetangga yang memberi informasi terkait pesantren gratis di wilayah Bandung. “Mendengar kabar itu langsung dimasukan oleh eyangnya. Saya juga tidak tau awalnya gimana dan pondoknya di mana, soalanya posisinya langsung dimasukin tanpa konfirmasi juga,” kata dia, menjelaskan.

0 Komentar