Angka Gini Ratio Tinggi, PDIP Usul Bebaskan PBB Warga Miskin

Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Muslim mengusulkan pembebasan PBB
Ketua DPC PDIP Kota Tasikmalaya, Muslim, mengusulkan pembebasan PBB
0 Komentar

CIHIDEUNG, RADARTASIK.ID –Ketua PDIP Kota Tasikmalaya Muslim Msi berinisiatif merancang kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi warga miskin ekstrem. Tujuannya meringankan beban ekonomi warga kurang mampu.

Hal itu didasari tingginya indeks gini atau ketimpangan sosial Kota Tasikmalaya. Pada tahun 2020 indeks gini ratio Kota Tasik tercatat 0,366. Kemudian meningkat menjadi 0, 414 pada tahun 2021.

“Kalau melihat indeks ratio gini kita, sudah memprihatinkan dan menjadi lampu kuning. Menandakan, orang kaya terus saja makin kaya, kurang peduli terhadap warga kesulitan di daerahnya. Makanya kami berpikir, untuk membebaskan PBB bagi yang tidak mampu agar beban mereka sedikit banyaknya bisa berkurang,” papar Muslim kepada Radar, Senin (27/2/2023).

Baca Juga:Waduh Gawat! Bantuan Sosial 2023 Belum JelasPerwira Polres Tasikmalaya Kota Dirombak

Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya itu menyebut inisiatif itu bukan lagi sekadar wacana. Pemkot Tasikmalaya telah mengantongi data warga kategori miskin ekstrem berdasarkan hasil Regsosek beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data by name by adress, warga yang tergolong kurang mampu mencapai 63 ribu jiwa se-Kota Tasik.

“Melihat kondisi ini, kami berpikir untuk hadir meringankan beban masyarakat kecil terutama yang miskin dan valid didalam data. Salah satunya membebaskan pajaknya, kita akan bahas dan perjuangkan ide ini di legislatif,” kata Muslim.

Cari Peluang Baru

Pembebasan PBB bagi warga kurang mampu berkonsekuensi terhadap penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengantisipasinya pemerintah diminta meoptimalkan penagihan pajak yang selama ini macet.

Termasuk memanfaatkan banyaknya ruas jalan baru yang tarif pajaknya mesti disesuaikan. Yaitu dengan menaikkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak).

“Beberapa tahun terakhir, kita buka jalur dan ruas jalan baru. Kita ambil contoh di Lingkar Utara saja, harga pajaknya relatif masih rendah, padahal harga jual pasaran di sana sudah tinggi, nah itu perlu penyesuaian tarif pajak saya rasa,” analisisnya.

Menurutnya sampai saat ini, acuan penghitungan pajak lahan masih mengacu terhadap pendataan 2017. Padahal, kondisi di lapangan kian dinamis dengan melesatnya pembangunan dan pertumbuhan kota, yang berkonsekuensi terhadap nilai jual lahan di jalur tertentu, terutama di tepi jalan.

0 Komentar