Ancaman RUU Penyiaran: Melarang Penayangan Liputan Eksklusif Investigasi

RUU Penyiaran
Foto kiri: Forum Jurnalis Tasikmalaya dan mahasiswa berunjuk rasa di taman kota. Foto kana: Solidaritas Jurnalis Ciamis berorasi di depan kantor DPRD. (foto-foto: Ayu/Rizqi)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Draft Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang terbaru menuai kontroversi karena dianggap mengancam kebebasan pers, membatasi informasi publik, hingga membatasi keberagaman konten di ruang digital.

Diantaranya adalah Pasal 50B Ayat (2) Huruf c, yang mengatur tentang standar isi siaran. Salah satu poinnya yaitu melarang penayangan eksklusif liputan investigasi. Poin tersebut dinilai anomali lantaran jurnalistik investigasi merupakan ‘mahkota’ dari kerja para jurnalis.

Kemudian juga Pasal 50B Ayat (2) Huruf k, terkait penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini dinilai multitafsir, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.

Baca Juga:Ulama Banjar Sepakat Dukung Supriana Maju Pilkada30 Tahun Sudah Jadi Pelayan Publik, Ivan Dicksan Ingin Kota Tasik Lebih Nyaman!

“Sifat multitafsir dan membingungkan tersebut dapat menjadi alat kekuasan untuk membungkan dan mengkriminalisasi Pers,” kata Rambat Eko Setiadi, pewarta salah satu media elektronik.

Eko menjadi koordinator lapangan dalam aksi unjuk rasa penolakan RUU Penyiaran yang dilaksanakan Forum Jurnalis Tasikmalaya dan Pers Mahasiswa Priangan Timur di Taman Kota Tasikmalaya pada Selasa (28/5/2024) itu.

Bagi para jurnalis kehadiran dua pasal itu adalah ancaman pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. Tugas-tugas jurnalistik menjadi terhambat dan demokrasi terancam.

“Menolak dan meminta sejumlah pasal yang tertuang di dalam draf Rancangan RUU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang berpotensi mengancam kemerdekaan kemerdekaan Pers dicabut!” Teriak sang orator.

Selain itu, Pasal 8A huruf (q) dan Pasal 42 ayat 2 turut menjadi ancaman lantaran penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik diserahkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Menurut Eko hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Dengan demikian, akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dan KPI. Sedang selama ini tugas-tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers,” ucapnya di hadapan massa aksi.

Baca Juga:Mantan Komisioner KPU Kota Banjar Memilih Daftar Sebagai Bakal Calon Wakil Wali Kota, Lebih Realistis?H Amir Mahpud Sang "Penganut Mazhab Survei" Tentukan Pendamping Viman di Pilkada 2024!

Dalam kesempatan itu para jurnalis juga meminta DPRD Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya mendukung aksi tersebut dengan cara berkirim surat ke DPR RI ihwal penolakan draft RUU Penyiaran yang baru. Namun sayang, tak satupun ada anggota dewan datang ke lokasi.

0 Komentar