Anak Jadi Korban, Panitia Porsadin Kota Tasikmalaya Dinilai Tidak Profesional

Porsadin kota tasikmalaya, cabang olahraga bulutangkis, peserta WO
Pimpinan Ponpes Faozan Paseh KH Ijad Noorzaman (kanan) bersama ibu dari Gisya Sahrina Romadona (kiri), atlet yang WO di Porsadin karena kekeliruan distribusi informasi, Jumat malam (15/8/2024)
0 Komentar

Pihak Ponpes pun melakukan protes serupa kepada Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) yang membawah Porsadin. Sempat disepakati akan dilakukan tanding ulang dengan peserta yang dinyatakan juara 1, namun pada akhirnya batal. “Alasannya pemain (juara 1) tidak bisa,” ucapnya.

Setelah perdebatan panjang, FKDT pun kembali memberikan solusi di mana Gisya dan Zaira akan diberi peluang ke Provinsi namun mewakili daerah lain. “Ini yang paling membuat saya sakit hati, ko bisa jadi mewakili daerah lain itu pun kalau ada peluang,” imbuhnya.

Selain tidak profesionalnya panitia, KH Ijad juga menilai penyelenggara tidak memikirkan psikologis dari anak asuhnya. Padahal selama kompetisi Gisya dan Zaira belum pernah kalah satu kali pun sehingga ada keyakinan bisa menjadi juara apabila panitia tidak menjatuhkan WO. “Jangan dikira hal ini tidak berdampak kepada psikologis anak,” tuturnya.

Baca Juga:Inspirasi dari Para Pahlawan Perempuan dalam Pembangunan Indonesia ModernTerduga Pelaku Dipecat, BRI Tasikmalaya Klarifikasi soal Dugaan Fraud di Kantor Unit yang Diselidiki Kejaksaan

Terpisah, Ketua FKDT Kota Tasikmalaya H Ahmad Sapei mengatakan bahwa dirinya mengetahui persoalan tersebut setelah pelaksanaan Porsadin selesai. Pihaknya pun menyesalkan karena panitia terburu-buru memberlakukan WO kepada Gisya dan Zaira. “Saya juga tadinya enggak tahu ada WO, kalau saja mau menunggu mungkin tidak seperti ini,” ucapnya.

Kendati demikian, bagaimana pun FKDT tidak bisa lepas tanggung jawab, sehingga berupaya mencari langkah terbaik. H Ahmad pun sempat menyambangi KH Ijad untuk memberikan klarifikasi dan pengertian. “Informasi (perubahan jadwal) itu disampaikan oleh panitia kepada pengurus kontingen Kecamatan Cihideung, tapi tidak langsung disampaikan ke pemain karena di Cihideung tidak ada official,” ucapnya.

H Ahmad pun mengakui bahwa memang ada kekeliruan dalam pola penyampaian informasi, sehingga muncul alternatif tanding dengan juara 1 dari kontingen Bungursari. Kendati demikian, pasangan ganda putri dari kontingen Bungursari tidak bisa memenuhinya. “Alasannya yang satu sakit dan yang satu keluar kota,” tuturnya.

Panitia pun kini sudah menyerahkan langkah ke FKDT yang membuat H Ahmad pun menjadi bingung. Pasalnya selain harus memberikan yang terbaik kepada Gisya dan Zaira, dia pun tidak bisa mengesampingkan psikologis peserta yang sudah dinyatakan juara. “Karena semuanya juga murid saya,” katanya.

0 Komentar