Aktivis Tasikmalaya Warning Dinasti Politik Jokowi

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID- Sejumlah Aktivis Tasikmalaya berdiskusi tentang potensi Dinasti Politik keluarga Joko Widodo, selepas MK mengabulkan soal batas usia minimal untuk calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres yang diajukan oleh mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Presiden mahasiswa Jaja Mardiansyah, dan Ketua Komunitas Aktivis Tasikmalaya, Hamzah Haz, sepakat putusan tersebut membuka peluang keluarga Jokowi berkuasa di kancah politik nasional.

“Memang ada ruang pemuda bisa mencalonkan diri dari keputusan ini. Seolah-olah sebelum MK mengetok palu, sudah ada perhitungan yang bisa meloloskan maksud dan niat dinasti politik,” kata Hamzah memaparkan.

Baca juga: GOW Kota Tasikmalaya Bangun Eksistensi Perempuan di Bidang Tarik Suara

Seragam, Jaja juga menyampaikan bahwa putusan itu tak sepenuhnya untungkan kaum muda.

“Apakah ini menguntungkan bagi kaum muda? Memang sudah saatnya anak muda ambil peran, tapi perlu diketahui bahwa politik yang dimaksud adalah bukan politik yang dekat dengan kekuasaan bahkan menyalahgunakan kekuasaan itu,” terangnya.

Keduanya juga curiga bahwa keputusan MK ini seolah sudah ‘dipesan’ oleh kepentingan kelompok tertentu.

“Apa yang diputuskan oleh MK ini ada kesan dipaksakan. Kalau memang benar keinginan untuk memberikan anak muda di pilpres, ya coba dirembukkannya di DPR. Secara kewenangan, DPR dan Presiden yang bisa membuat undang-undang,” terangnya.

Baca juga: 10 Suara Akan Jadi Penentu Pemilihan Ketua PCNU Kota Tasikmalaya di Konfercab, Hanya 4 Nama Memenuhi Syarat Menjadi Kandidat

Trias Politica, jadi satu landasan keduanya berargumen. Bagi mereka, peran itu tak dijalankan secara proporsional.

“Secara konsep demokrasi trias politica, ada check and balances antara eksekutif dan legislatif. Sedangkaan yudikatif, itu jadi legal hukum atau penjaga konstitusi. Kalau sudah begini, bisa terjadi krisis kepercayaan,” kata Jaja.

Ia juga menyinggung soal Gibran dan Kaesang yang tiba-tiba melesat masuk kancah politik nasional dengan instan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *