INDIHIANG, RADSIK – Sejumlah instansi pemkot dan stakeholder terkait berkomitmen memutus rantai penularan HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya. Mengingat, tingginya angka kasus baru sampai pertengahan tahun ini.
Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kota Tasikmalaya Dadang Abdullah Mubarok menuturkan, penyebaran virus tersebut semakin hari kian mengkhawatirkan. Pihaknya mencatat, sebanyak 88 kasus baru ditemukan sejak Januari sampai Juli lalu.
“Kita khawatir sampai Desember bisa terjadi kenaikan lagi, maka kita perlu komitmen bersama dengan instansi dan stakeholder terkait,” ujarnya usai rakor penanggulangan HIV/AIDS di Jalan Ir H Juanda, Kamis (15/9/2022).
Baca Juga:Massa Menolak Kenaikan Harga BBM SubsidiKualitas Beda Jadi Atensi
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Di satu sisi, pihaknya merasa senang ketika bisa melacak sebaran kasus warga terpapar virus tersebut. Supaya, bisa mengendalikan dan memonitor pengidap dan menekan risiko penyebaran kembali. Namun, di sisi lain, tingginya kasus itu juga menjadi ironi. “Akan tetapi kami tetap men-tracking terus, mencari mereka yang positif supaya tergali, dikendalikan dengan mengkonsumsi obat supaya tidak terus berpotensi menularkan,” harap Dadang.
Pemkot sendiri tengah menerbitkan regulasi penanggulangan penyakit menular, dimana salah satunya penanggulangan HIV/AIDS. Diharapkan, adanya aturan itu bisa merangsang OPD juga stakeholder untuk andil mengeroyok penanganan paparan HIV.
“Gambaran kasus yang kami temukan, 69 dari 88 kasus baru ini penyebaran didominasi laki seks laki (LSL). Sisanya ibu rumah tangga, bapak-bapak, waria, bayi, ibu hamil. Nah, 69 kasus terpapar dari LSL ini di rentang usia produktif, 15 sampai 31 tahun. Artinya, 5 tahun lalu mereka sudah pernah melakukan aktivitas berisiko tertular HIV,” keluhnya.
Pihaknya juga mengkaji pelibatan serta kewenangan aparat penegak perda. Supaya, dalam regulasi baru nanti, Satpol PP bisa turut andil sesuai tupoksinya menekan risiko penyebaran. “Tadi dalam paparan juga dibahas bagaimana misalnya pasangan terjaring razia non-muhrim, tanpa alat kontrasepsi itu ditindak. Hanya saja itu tergantung kondisi, tapi sebagai upaya pencegahan itu menjadi input kami ditengah upaya preemtif, preventif dan kuratif,” beber Anggota Komisi Penanggulangan AIDS tersebut.