TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Rentetan persoalan anak dan remaja yang mencuat sepanjang 2025 menjadi alarm serius bagi kondisi sosial di Kota Tasikmalaya.
Mulai dari pekerja anak, kecanduan rokok, penyalahgunaan miras dan narkotika, geng motor, tawuran pelajar, perundungan, kekerasan seksual, hingga anak yang berhadapan dengan hukum, menunjukkan problem anak kian kompleks dan saling berkaitan.
Direktur Taman Jingga, Ipa Zumrotul Falihah, menilai persoalan tersebut tidak bisa dipahami secara parsial.
Baca Juga:Kontraktor Terancam Tekor, DPRD Sebut Kas Pemkot Tasikmalaya Surplus tapi Pembayaran TersendatJelang Malam Tahun Baru, Polres Tasikmalaya Kota Musnahkan 7.540 Botol Miras dan 517 Knalpot Brong
Dalam refleksi akhir tahun 2025, ia menegaskan bahwa akar dari banyak persoalan anak justru berangkat dari lingkungan terdekat, yakni keluarga.
“Orang tua yang problematik sering kali menjadi sumber dari anak-anak yang kemudian bermasalah,” tegas Ipa, Rabu (31/12/2025).
Selama lebih dari lima tahun melakukan pendampingan kasus anak dan perempuan melalui Taman Jingga—lembaga non-profit yang fokus pada pembelaan hak anak dan perempuan—ia menemukan pola yang berulang.
Anak-anak yang terlibat masalah, baik sebagai korban maupun pelaku, hampir selalu berasal dari keluarga dengan pola pengasuhan yang tidak sehat.
“Dari kasus ke kasus, kami menemukan fenomena yang sama. Anak bermasalah itu sering kali berasal dari orang tua yang juga bermasalah,” terangnya.
Menurut Ipa, kegagalan orang tua dalam pengasuhan dan manajemen keluarga menciptakan mata rantai persoalan yang berdampak langsung pada kondisi mental dan perilaku anak.
Banyak anak tumbuh di lingkungan yang tidak aman, minim pendampingan, bahkan mengalami kekerasan psikis maupun fisik.
Baca Juga:Gangguan Kamtibmas Kota Tasikmalaya Naik Sepanjang 2025, Polres Dorong Pengawasan Publik Lewat QR CodeDemi Adipura dan Teguran Ombudsman! Parkir Setda Kota Tasikmalaya Dipasangi Portal
Fenomena ini dikenal sebagai toxic parenting, ketika pola asuh orang tua justru meracuni perkembangan mental anak.
“Yang paling fatal adalah ketika orang tua merusak mental anak, baik secara psikis maupun fisik. Inilah yang disebut toxic parent dan toxic parenting,” bebernya.
Padahal, keluarga seharusnya menjadi ruang paling aman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang.
Namun realitas di Kota Tasikmalaya menunjukkan tidak sedikit keluarga yang gagal menjalankan fungsi tersebut.
Dampaknya, anak tumbuh dengan kondisi mental rapuh yang kemudian termanifestasi dalam perilaku menyimpang.
Ia menilai banyak orang tua belum memiliki kesiapan yang cukup dalam merawat dan mendidik anak, baik dari sisi pengetahuan, kesiapan mental, maupun ekonomi.
