Ketika Pembayaran Tunggal Non-Tunai Jadi Tren di Kota Tasikmalaya, Kelompok Rentan Terancam Tersisih

pembayaran non tunai atau cashless
salah satu resto di Kota Tasikmalaya yang hanya melayani pembayaran non tunai atau cashless.
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Perkembangan digitalisasi membawa perubahan besar dalam berbagai sektor perekonomian, termasuk pola transaksi masyarakat.

Salah satu perubahan yang paling terasa adalah pergeseran dari penggunaan uang tunai ke metode pembayaran non-tunai yang dinilai lebih praktis, cepat, dan efisien.

Pada prinsipnya, penerapan transaksi non-tunai bertujuan meningkatkan kualitas layanan kepada konsumen dengan memberikan pilihan metode pembayaran sesuai kebutuhan dan kenyamanan.

Baca Juga:UMK Jawa Barat 2026: Pangandaran Termangu, Bekasi Tersenyum!Tambang Ilegal Tinggalkan Luka Lingkungan, Endang Juta Dituntut 5 Tahun Penjara!

Namun, sistem non-tunai bersifat opsional dan tidak seharusnya menghilangkan peran uang tunai rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

Di Kota Tasikmalaya, praktik pembayaran non-tunai secara tunggal sudah banyak diterapkan di sejumlah tempat. Beberapa di antaranya kedai kopi di Jalan Yudanegara dan Jalan dr Soekardjo, gerai makanan bercita rasa Korea, serta tenant minuman kekinian di pusat perbelanjaan.

Jumlah gerai dengan sistem serupa pun terus bertambah. Bahkan, sebuah expo kosmetik yang digelar di salah satu mal hanya melayani pembayaran non-tunai. Konsumen tidak dapat membayar dengan uang tunai.

Meski dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan meminimalkan risiko transaksi, kebijakan pembayaran tanpa uang tunai memunculkan perdebatan, terutama terkait aspek keadilan dan keterjangkauan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Tidak semua warga memiliki akses dan kemampuan yang sama terhadap layanan keuangan digital.

Perdebatan tersebut mencuat setelah media sosial ramai membahas kasus sebuah toko roti yang menolak pembayaran tunai dari seorang nenek dengan alasan hanya menerima pembayaran melalui QRIS atau metode non-tunai.

Peristiwa itu memicu diskusi publik mengenai kesiapan masyarakat dalam menghadapi sistem pembayaran non-tunai yang kian luas diterapkan pelaku usaha.

Baca Juga:Pukulan Emas dari Sukabumi: Atlet Pertina Kota Tasikmalaya Kembali Menggila di BK Porprov!Banyak yang Salah Paham, MBG Selama Libur Sekolah Diberikan kepada Ibu Hamil, Menyusui dan Balita, Bukan Siswa

Rendahnya pemerataan literasi digital di Indonesia menjadi salah satu faktor utama. Banyak warga lanjut usia masih kesulitan menggunakan aplikasi pembayaran di ponsel pintar.

Di sisi lain, anak-anak dan remaja yang belum cukup umur juga terkendala karena tidak memiliki kartu perbankan atau layanan mobile banking.

Kondisi tersebut dialami Aliya El Anna (13), pelajar SMP di Kota Tasikmalaya. Ia mengaku kebingungan saat hendak membeli makanan di salah satu pusat perbelanjaan bersama teman-temannya karena seluruh transaksi harus dilakukan secara non-tunai, sementara anak seusianya belum bisa memiliki fasilitas pembayaran digital.

0 Komentar