RADARTASIK.ID – Fenomena gerai franchise tutup sebelum berusia satu tahun kerap mengejutkan publik, karena penyebab kegagalan bisnis franchise sering tersembunyi di balik nama besar dan janji sistem siap pakai.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari kanal Link UMKM, di tengah maraknya promosi peluang usaha, franchise kerap dipersepsikan sebagai jalan pintas menuju keuntungan cepat.
Padahal, di balik branding kuat dan konsep matang, tetap ada tantangan fundamental yang kerap luput dari perhitungan awal.
Baca Juga:Baterai Badak, Tampilan Mewah, Ini Alasan Motorola G86 Power 5G Jadi Salah Satu Incaran di Akhir 2025Daftar HP yang Diprediksi Rilis di Indonesia 2026, Dari Gaming Flagship hingga Midrange Harian
Salah satu masalah utama yang sering terjadi adalah kesalahan membaca struktur biaya sejak awal memulai usaha.
Banyak mitra hanya fokus pada biaya lisensi tanpa memperhitungkan kebutuhan operasional harian yang terus berjalan.
Di sinilah kesalahan membuka usaha franchise mulai muncul dan berujung pada tekanan arus kas sejak bulan-bulan awal.
Ketika pemasukan belum stabil, sementara pengeluaran rutin terus berjalan, bisnis pun rentan kehilangan napas.
Selain persoalan modal, faktor lokasi usaha juga menjadi penentu hidup dan matinya sebuah gerai franchise.
Merek yang sudah dikenal luas tetap bisa sepi pengunjung jika berada di area dengan lalu lintas rendah.
Dalam konteks ini, lokasi bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama keberlanjutan usaha.
Baca Juga:Redmi A7 Pro Mulai Tercium, Strategi Xiaomi Mainkan Dua Nama di Kelas HP MurahDari Toge Tradisional ke Pasar Modern, Cerita Petani Muda yang Mengubah Wajah Pertanian
Masalah berikutnya datang dari ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap kecepatan balik modal.
Tidak sedikit pelaku usaha beranggapan bahwa franchise pasti langsung menghasilkan keuntungan sejak awal.
Padahal, setiap bisnis tetap membutuhkan proses adaptasi, promosi, dan pengenalan pasar yang konsisten.
Kondisi ini memperbesar risiko usaha waralaba pemula yang belum siap secara mental maupun finansial.
Aspek lain yang sering disepelekan adalah kedisiplinan dalam menjalankan standar operasional baku.
Sistem yang disusun oleh franchiser hanya akan efektif jika diterapkan secara konsisten di lapangan.
Ketika SOP diabaikan atau dijalankan setengah-setengah, kualitas layanan dan kepercayaan konsumen pun menurun.
Komunikasi yang lemah dengan pihak pusat juga menjadi faktor yang mempercepat kegagalan usaha.
Franchise yang sehat membutuhkan dialog dua arah agar masalah operasional dapat segera diatasi.
Kurangnya inisiatif untuk bertanya atau meminta pendampingan membuat banyak mitra berjalan sendiri tanpa arah.
