Tahun pertama difokuskan untuk membangun fondasi tim, tahun kedua untuk berkembang, dan tahun ketiga untuk bersaing memperebutkan gelar scudetto.
“Kami tidak gila. Skuad ini sangat kuat dan saya yakin dengan potensi mereka,” tegasnya.
Menurut De Rossi, pada awalnya para pemilik klub memberikan kepercayaan penuh kepadanya.
Baca Juga:Media Inggris: Mainoo Nekat Tinggalkan Manchester United demi NapoliCorinthians Tolak Tawaran AC Milan untuk Hugo Souza, Juventus Mulai Bidik Bek Bournemouth
Ia diberi kebebasan dalam aspek teknis dan bahkan mulai dilibatkan dalam perencanaan jangka panjang klub.
Namun, seiring waktu, hubungan tersebut mulai merenggang hingga akhirnya berujung pada keputusan pahit.
“Apa yang terjadi tidak pantas kami terima,” ujarnya.
Meski begitu, De Rossi menegaskan bahwa ia memiliki hati nurani yang bersih.
Ia mengaku tidak pernah mengkhianati klub, pemain, atau menyalahgunakan pengaruh besarnya di Roma demi melindungi diri sendiri.
Baginya, pemecatan selalu menyakitkan karena berarti harus berhenti melakukan hal yang paling ia cintai: sepak bola.
Rasa sakit itu, menurutnya, sama saja, baik ketika ia dipecat dari Roma maupun dari SPAL.
Kini, nasib mempertemukannya dengan Roma dari sisi berlawanan. Genoa dijadwalkan bertandang ke Stadion Olimpico, laga yang diakui De Rossi akan terasa sangat emosional.
Baca Juga:Mantan Striker Inter Milan Berencana Gantung Sepatu Usai Pembunuhan Pemain BarcelonaRabiot Siap Buat Tato Perdana Jika AC Milan Raih Scudetto
“Saya selalu ingin Roma menang setiap hari dalam hidup saya. Ironisnya, selama satu minggu ini saya harus bekerja agar mereka kalah,” katanya sambil tersenyum.
Terkait peluang kembali melatih Roma di masa depan, De Rossi bersikap realistis.
Ia tidak melihat adanya kesempatan nyata, sekaligus menilai bahwa kembali ke Roma saat ini bukanlah langkah yang tepat, meski secara emosional ia mengaku akan selalu siap.
